Percepat Penyusunan Aturan Turunan UU TPKS, KemenPPPA Terus Lakukan Sinergitas
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Ratna Susianawati mengungkapkan Pemerintah akan terus mengupayakan implementasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) agar dapat diterapkan secara efektif melalui sinergitas pemerintah dan peran serta organisasi masyarakat.
Seperti diketahui UU TPKS yang telah diundangkan pada 9 Mei 2022 merupakan wujud kehadiran Negara dalam upaya melindungi dan memenuhi hak korban atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan.
Baca Juga: Kunjungan ke Sumba Timur, Menteri PPPA Resmikan Rumah Perlindungan Korban Kekerasan
"Keberhasilan dari perjalanan panjang UU TPKS merupakan angin segar bagi perempuan dan anak Indonesia yang paling rentan menjadi korban kekerasan seksual. Hal ini karena UU TPKS merupakan lex specialist yang dapat memberikan jaminan hukum serta perlindungan komprehensif terhadap korban kekerasan seksual dari hulu hingga ke hilir dengan mencegah segala bentuk kekerasan seksual; menangani, melindungi, dan memulihkan korban; melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku; mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual," ungkap Ratna.
Ratna mengatakan ada beberapa pasal yang memang menjadi amanat dari UU tersebut yang akan diangkat dalam 5 Peraturan Pemerintah dan 5 Peraturan Presiden. Namun, dalam hasil pembahasan tim pemerintah pada 6 Juni 2022, disepakati penyederhanaan pembentukan aturan turunan menjadi 3 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden.
"Kita harus betul-betul bersinergi dalam menyiapkan peraturan pelaksana undang-undang No 12 tahun 2022, guna merealisasikan penyusunan peraturan perundangan yang merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah sebagai mandat dari UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Saat ini, kami masih terus berkoordinasi dan komunikasi untuk merampungkan aturan turunan UU TPKS ini. Dalam proses pelaksanaan pencegahan dan penanganan korban kekerasan, tentunya diperlukan adanya sinergi dan koordinasi, mulai dari pemerintah pusat hingga desa, organisasi mitra pembangunan, tokoh masyarakat, dan lain-lain," ujar Ratna dalam keterangannya Selasa (9/8/2022).
Baca Juga: Ungkit Soal UU TPKS, Kuasa Hukum Istri Ferdy Sambo Terkait Kasus Brigadir J: Kami Mohon...
Ratna mengatakan proses harmoni dari UU TPKS menjadi sangat penting. Lahirnya UU ini juga dipastikan tidak mengalami tumpang tindih dengan UU yang lain. Justru dengan kehadiran UU lex specialist yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual ini nantinya dalam proses perjalanan dan eksekusinya akan dilengkapi dengan aturan-aturan teknis yang ada di beberapa UU terkait. Dalam proses pembentukannya, UU TPKS juga menunjukkan kerja kolaborasi yang sangat baik sekaligus nanti dalam proses eksekusi UU ini.
"UU TPKS mempunyai beberapa terobosan selain pengualifikasian jenis tindak pidana seksual beserta tindak pidana lainnya yang sangat tegas, juga penguatan pelaksanaan prinsip penyelenggaraan layanan terpadu dengan mekanisme 'one stop services'. UU TPKS juga mengatur hukum acara yang komprehensif mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang di pengadilan. Pengaturan mengenai pemberian restitusi oleh pelaku juga tertuang dalam UU ini sekaligus penegasan perkara TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan kecuali pada pelaku anak," terang Ratna.
Ratna juga mendorong penerapan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS oleh aparat penegak hukum sesuai dengan amanat UU tersebut sehingga dapat dijadikan sebagai payung hukum dan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Ayu Almas