Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gak Tanggung-Tanggung! Kerahkan Dana Rp1.000 Triliun, Orang Terkaya Asia Bangun Tiga Pabrik Raksasa untuk...

Gak Tanggung-Tanggung! Kerahkan Dana Rp1.000 Triliun, Orang Terkaya Asia Bangun Tiga Pabrik Raksasa untuk... Kredit Foto: Startsunfolded/Gautam Adani
Warta Ekonomi, Jakarta -

Orang terkaya di Asia, Gautam Adani mengumumkan konglomeratnya, Adani Group akan membangun tiga giga factory untuk memproduksi modul surya, turbin angin, dan elektroliser hidrogen sebagai bagian dari investasi USD70 miliar (Rp1.042 triliun) dalam energi bersih pada tahun 2030.

Grup Adani meningkatkan investasi di seluruh rantai nilai energi hijau karena menuju produsen energi terbarukan teratas dunia pada tahun 2030.

"Adani Group telah berkomitmen USD70 miliar (untuk perubahan iklim dan energi hijau). Ini akan membuat kami membangun tiga giga factory di India yang mengarah ke salah satu rantai nilai energi hijau paling terintegrasi di dunia," katanya setelah menerima USIBC Global Leadership Award, mengutip India Times di Jakarta, Kamis (8/9/22).

Baca Juga: Makin Tua Makin Sukses, Ini Alasan Warren Buffett Jadi Panutan Miliarder Investor Lainnya!

Giga factory atau pabrik giga raksasa ini akan meluas dari polysilicon ke modul surya, pembuatan lengkap turbin angin, dan pembuatan elektroliser hidrogen. Ini akan menghasilkan tambahan 45 GW energi terbarukan untuk menambah kapasitas 20 GW Grup Adani yang ada, serta 3 juta ton hidrogen pada tahun 2030, jelas Adani.

Pengumuman itu muncul beberapa minggu setelah miliarder saingannya Mukesh Ambani mengumumkan pabrik giga kelima sebagai bagian dari investasi energi rendah karbon.

Menjalin kerja sama antara AS-India, Adani mengatakan nilai gabungan dari PDB kedua negara pada tahun 2050 diperkirakan akan mengejutkan USD70 triliun atau 35-40 persen dari ekonomi global.

Pada tahun itu, populasi gabungan kedua negara akan lebih dari 2 miliar dengan usia rata-rata kurang dari 40 tahun dibandingkan dengan usia rata-rata 44 tahun di Eropa dan 40 tahun di China.

"Jika dilihat melalui kacamata ekonomi dan kekuatan konsumsi, jelas bahwa perdagangan bilateral senilai 150 miliar dolar antara AS dan India tidak lebih dari setitik di lautan. Masih banyak yang harus dilakukan," katanya.

Pada kesepakatan perdagangan yang sempat macet, dia mengatakan dia yakin kedua negara akan menyelesaikan dan saling menerima beberapa kompromi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Bagikan Artikel: