Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mohon Maaf Bukan Maksud Bikin Takut, Tapi Tahun 2023 Dunia Menuju Kehancuran

Mohon Maaf Bukan Maksud Bikin Takut, Tapi Tahun 2023 Dunia Menuju Kehancuran Kredit Foto: Antara/ANTARA/REUTERS/Dado Ruvic/Ilustrasi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Founder TernakUang, Raymond Chin memberikan prediksi yang cukup mengerikan. Raymond mengatakan bahwa semua orang seharusnya bersiap untuk tahun 2023 mendatang. Namun, bersiap untuk apa?

Dalam video YouTube-nya yang bertajuk "2023: Menuju KEHANCURAN DUNIA", Raymond mengaku kaget ketika banyak orang di sekitarnya belum memiliki persiapan jikalau ada hal buruk terjadi.

Dan kamu, yang membaca artikel ini atau yang menonton video Raymond Chin, bisa menjadi salah satu minoritas yang bisa mencegah diri sendiri untuk jatuh miskin di tahun 2023.

Baca Juga: Kemungkinan Resesi Ekonomi di 2023, Masyarakat Diajak Tidak Konsumtif

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri telah memprediksi bahwa pada tahun 2023 nanti akan ada sekitar 19.600 orang mati kelaparan setiap harinya karena krisis pangan. Raymond pun melanjutkan bahwa tahun depan, atau beberapa tahun ke depan dapat menjadi tahun yang 'gelap'.

Terlebih, yang akan banyak menerima dampaknya adalah golongan ekonomi menengah ke bawah, sementara orang kaya akan semakin kaya karena mereka sudah memiliki persiapan. Raymond pun membagi keadaan dunia dengan 5 hal ini:

1. Pandemi

Pandemi telah menyebabkan lockdown di mana-mana, bahkan seluruh dunia. Sementara itu, ekonomi bekerja dengan perputaran uang. Ketika lockdown diaplikasikan di banyak negara, bisnis pun berhenti, perputaran uang yang besar ini pun berhenti.

"Ekonomi bukan tentang berapa banyak uang, tetapi seberapa banyak perputaran uang itu," ujar Raymond.

Dampak dari pandemi dengan apa yang selanjutnya dilakukan Amerika Serikat (AS) adalah contoh nyata kegagalan ekonomi dunia.

2. AS Cetak Uang Gila-Gilaan

Amerika ingin perputaran uang tetap terjadi dengan membagikan 'stimulus' kepada rakyatnya secara cuma-cuma. Amerika mencetak uang di tengah pandemi secara 'gila-gilaan'- bahkan lebih banyak dari apa yang mereka lakukan selama puluhan tahun terakhir.

Tujuan Amerika memberikan uang secara cuma-cuma ini memang baik, yakni agar rakyatnya bisa bertahan hidup, dan supaya uangnya digunakan untuk memutarkan ekonomi.

3. Inflasi dan Tightening

Konsep dasar dari inflasi adalah perputara uang terlalu banyak hingga harga-harga mulai naik. Ini bahkan belum puncaknya. Bahkan, harga pangan yang merupakan kebutuhan wajib semua orang juga mengalami kenaikan hingga 5%.

Dengan banyaknya uang yang mereka cetak, mereka berharap orang-orang akan 'spending', tetapi mereka akhirnya sadar bahwa uang yang telah dicetak terlalu banyak sehingga mereka harus menarik uang itu dari peredaran dan harus menjaga harga agar tidak naik gila-gilaan. Itulah mengapa terjadi tightening.

Seluruh dunia, termasuk Indonesia telah menaikkan suku bunga. Jika bank menaikkan suku bunga, maka bunga minimum dari bank yang harus disediakan juga ikut naik. Dengan menaikkan suku bunga, maka diharapkan akan ada banyak orang yang mau menyimpan uang di bank. Dengan harapan, peredaran uang berkurang, sehingga inflasi terjaga.

Namun, ada sisi lain dari tightening dan suku bunga ini yaitu hal-hal terkait uang juga akan ikut naik, seperti pinjaman, KTA, KPR dan lain sebagainya. Tetapi tetap saja ini harus dilakukan agar inflasi tetap terjaga, jika tidak yang akan lebih terkena dampak adalah golongan ekonomi menengah ke bawah. Dan setelah ini pun masih ada dampak yang signifikan, yaitu startup crash.

SoftBank yang merupakan startup terbesar di dunia mengalami kerugian hingga USD23 miliar (Rp349 triliun). Dampaknya semua nilai startup turun drastis dan kekayaan para miliarder dunia juga turun drastis hingga USD1,4 triliun pada tahun 2022. Sehingga peredaran uang ke high risk asset jadi tidak menarik jika suku bunga terus naik. Sehingga dampaknya, banyak startup melakukan PHK, terancam bangkrut hingga tidak bisa mendapatkan pendanaan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Bagikan Artikel: