Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani mengumumkan terkait dengan kebijakan cukai tembakau, di mana pada Kamis hari ini rapat terbatas telah dilakukan bersama dengan Presiden Joko Widodo dan beberapa Menteri terkait untuk membahas mengenai kebijakan cukai tembakau untuk tahun 2023 dan 2024.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa seperti yang telah diketahui bahwa penetapan cukai hasil tembakau ditetapkan setiap tahun dan di dalam Undang-Undang APBN telah ditetapkan juga mengenai target pendapatannya.
"Untuk keputusan pada sore hari ini, pertama kita menggunakan instrumen cukai di dalam rangka untuk mengendalikan konsumsi dari hasil tembakau, yaitu rokok terutama untuk menangani prevalensi dari anak-anak usia 10 hingga 18 tahun yang merokok. Yang di dalam RPJM ditargetkan harus turun ke 8,7% pada tahun 2024," tutur Sri Mulyani dalam keterangan pers pada Kamis (3/11/2022), di Istana Bogor.
Baca Juga: Khawatir Resesi, Petani Tembakau Minta Cukai Jangan Naik
Menyangkut hal ini, ia menyampaikan perlunya pertimbangan yang baik dan proporsional terutama terkait dengan industri rokok yang memiliki aspek tenaga kerja dan juga dari sisi pertanian. Selain itu juga dalam penetapan cukai tembakau juga perlu memerhatikan penanganan rokok ilegal yang akan semakin meningkat apabila kemudian terjadi perbedaan tarif yang juga terkait dari peningkatan sisi cukai rokok.
"Untuk itu pada sore hari ini dengan mempertimbangkan, pertama bahwa untuk menurunkan prevalensi anak-anak yang merokok untuk menuju kepada target RPJM yaitu 8,7%, dan yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin, yaitu mencapai 12,21% untuk masyarakat miskin perkotaan, dan 11,63% untuk masyarakat pedesaan dan ini adalah kedua tertinggi sesudah beras bahkan melebihi konsumsi protein, seperti telur dan ayam serta tahu serta tempe yang merupakan makanan-makan yang dibutuhkan oleh masyarakat," terang Menteri Keuangan.
Di sisi lainnya, rokok juga diketahui telah menjadi salah faktor yang meningkatkan risiko stunting dan kematian, karenanya kebijakan menaikkan cukai rokok yang telah dilakukan pemerintah selama ini termasuk sebagai upaya dalam mengendalikan rokok baik dari sisi konsumsi maupun produksi. Di mana pada tahun-tahun sebelumnya, kebijakan kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah telah menyebabkan harga rokok meningkat sehingga affordability atau keterjangkauan rokok juga akan semakin menurun dan dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun.
Untuk itu, dalam rangka agar dapat mengendalikan produksi sekaligus untuk meningkatkan edukasi dan sosialiasi pada masyarakat akan bahaya merokok, Pemerintah juga akan terus menggunakan instrumen cukai, dan dalam keputusan yang disebutkan hari ini, Presiden Joko Widodo telah menyetujui untuk menaikkan cukai rokok sebesar 10% untuk tahun 2023 dan 2024.
Karena cukai rokok merupakan rata-rata tertimbang dari berbagai golongan, maka kenaikan cukai rokok sebesar 10% tersebut akan diterjemahkan menjadi kenaikan bagi kelompok dari mulai sigaret kretek mesin, sigaret putih mesin, dan sigaret kretek tangan yang masing-masing memiliki kelompok atau golongan tersendiri.
"Rata-rata 10% nanti akan ditunjukkan dengan SKM 1 dan 2 yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75. SPM 1 dan SPM 2 naik di 12 hingga 11% sedangkan SKT 1,2, dan 3 naik 5%. Kenaikan ini akan berlaku untuk tahun 2023 dan untuk tahun 2024 akan diberlakukan kenaikan yang sama," jelas Sri Mulyani.
Selain itu, keputusan dari rapat terbatas hari ini juga mencatat adanya kenaikan untuk cukai dari rokok elektrik, yaitu rata-rata 15% untuk rokok elektrik, dan 6% untuk HPTL, dan ini berlaku selama setiap tahun naik 15% selama lima tahun ke depan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: