Sempat Trending Twitter, Potensi Hijab Lokal Bangkitkan Ekonomi Nasional, Ini Hasil Riset Evermos di World Economic Forum
Baru-baru ini, "Artikel Hijab Evermos" menjadi salah satu topik yang banyak dibahas pengguna Twitter. Mengungkapkan besarnya potensi ekonomi nasional dari industri hijab, artikel berbasis riset yang dirilis di World Economic Forum (WEF) tersebut menunjukkan data transaksi hijab di Indonesia mencapai 1 miliar lembar per tahun atau setara dengan lebih dari Rp91 triliun.
Namun, hanya 25% yang berasal dari produksi lokal, suatu potensi besar untuk ekonomi nasional yang belum dioptimalkan.
Baca Juga: Heylocal Luncurkan Inovasi Pertama di Indonesia Gabungkan Hair Mist Dan Hijab
Berdasarkan data demografi dari Kementerian Dalam Negeri, sebesar 86,9% dari sekitar 273 juta jiwa penduduk Indonesia beragama islam.
Raymond Chin, CEO & Founder Ternakuang, mengatakan saat membahas artikel yang sama di dalam unggahannya, "Market syariah ini sleeping giant. Potensinya besar sekali, tapi belum dimaksimalkan oleh para pebisnis pelaku UMKM di Indonesia."
Evermos, penulis artikel yang ramai dibicarakan tersebut, merupakan social commerce yang berfokus pada produk-produk halal dan memiliki visi untuk memudahkan wirausaha sekaligus mengembangkan brand dan UKM lokal.
Melihat besarnya potensi perkembangan ekonomi melalui para pelaku UKM, Evermos berharap lebih banyak masyarakat yang mendukung produk-produk lokal, salah satunya hijab.
Ghufron Mustaqim, CEO & Co-Founder Evermos, menyampaikan pada saat diwawancara, "Kontribusi social commerce terhadap ekonomi Indonesia mencapai $12 miliar. Evermos sebagai social commerce nomor satu di Indonesia saat ini, tentu kita ingin senantiasa memperbesar kontribusi kami dalam perekonomian nasional, membantu menjualkan produk-produk halal brand lokal melalui jaringan reseller kami."
Mengangkat potensi hijab lokal lebih lanjut, Evermos bekerja sama dengan Produser ternama Hanung Bramantyo baru saja meluncurkan sebuah film dokumenter pendek. Film ini mengangkat kisah-kisah para pelaku industri hijab di dalam negeri. Mulai dari pebisnis, pelaku UMKM, perancang busana, pemotong kain, penjahit, hingga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, memberikan sudut pandangnya pada film berdurasi kurang dari 25 menit tersebut.
Film tersebut dapat diakses secara bebas di channel YouTube Evermos atau melalui tautan https://evermos.info/FilmHijabLokal.
Industri hijab dalam negeri dapat menciptakan snowball effect untuk memajukan perekonomian nasional
Di samping potensi hijab lokal secara makro, artikel Hijab Evermos juga menggalinya lebih dalam secara mikro. Proses pembuatan selembar hijab terkesan sederhana, namun sebetulnya melalui beberapa tahap yang teliti dan melibatkan banyak elemen masyarakat.
ZM Zaskia Mecca merupakan salah satu brand hijab dan pakaian muslim di Indonesia yang dapat menjual 70.000 potong setiap bulan dengan kisaran harga Rp100.000 per produk. Mereka memproduksi barang-barangnya di dalam negeri dengan menggunakan kombinasi antara cloud manufacturing dan fabrikasi konvensional.
Haykal Kamil, CEO brand ZM Zaskia Mecca, mengatakan saat diwawancara, "pertama, kita beli bahan ke pabrik, kemudian di-print atau dicelup warnanya, setelah itu akan dikirim ke pusat-pusat produksinya. Untuk pusat produksi ini, kita ada beberapa tempat dan juga mitra penjahit."
Salah satu tempat pusat produksi tersebut adalah perusahaan yang didirikan oleh Yus Ansari, Pemilik brand Ansania.
Yus menciptakan sistem produksi yang efisien secara ongkos, produktif dengan tingkat produksi mencapai 150.000 pakaian per hari, fleksibel dalam mengikuti perubahan permintaan pasar, serta mampu menjaga kualitas terbaik.
Ia membagi proses pengerjaan hijab menjadi dua: pekerjaan dengan intensitas tinggi namun mudah dan pekerjaan yang memerlukan keterampilan tinggi. Pekerjaan mudah dibagikan kepada komunitas penjahit konvensional, sementara pekerjaan yang sulit dilakukan di pabrik.
Sistem ini kemudian dapat diakses dan dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan lainnya dari jarak jauh, seperti ZM Zaskia Mecca dengan kantor sejauh 150 km dari perusahaan Yus, dan dikenal dengan istilah cloud manufacturing.
Yus menjelaskan ketika ditanya lebih lanjut mengenai sistem produksinya, "kami membangun gudang di wilayah perkampungan, lalu pekerjaannya kami sebar (outsource) kepada ribuan masyarakat sekitar."
Setelah diproses di pabrik lebih lanjut, hijab yang sudah jadi dikirimkan ke perusahaan-perusahaan ritel. Dengan cara ini, setiap Rp37.000 yang dihasilkan per satu potong produk dapat berdampak untuk masyarakat perkampungan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: