Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Amnesty: Penegakan Hukum dan Pemenuhan HAM di Indonesia Akan Sangat Berat Tahun Depan

Amnesty: Penegakan Hukum dan Pemenuhan HAM di Indonesia Akan Sangat Berat Tahun Depan Kredit Foto: Andi Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai tidak berlebihan jika menyebut pemenuhan hak asasi manusia (HAM) tahun depan menjadi ujian yang sangat berat. Hal tersebut dia ungkap berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan di atas kontroversi pasal yang dinilai bermasalah.

Menurut Usman, KUHP yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah berpotensi mencoreng penegakan hukum dari pelanggaran HAM di Indonesia. Bukan hanya itu, dia juga menilai KUHP berpotensi mencoreng reputasi Indonesia di mata dunia.

Baca Juga: DPR Jelaskan Salah Satu Hal Positif yang Tercantum dalam KUHP Baru: Kasus seperti Habib Rizieq Tak Bisa Dipenjara

"Kita tahu bahwa hukum pidana yang baru bukan hanya mencoreng situasi penegakan hukum hak asasi manusia di Tanah Air, di tingkat nasional, tetapi juga telah mencoreng reputasi Indonesia di mata dunia," papar Usman dalam konferensi persnya di Kantor Amnesty International Indonesia, Jumat (9/12/2022).

Terlepas dari kritik masyarakat sipil terhadap perbaikan kualitas penegakan HAM di Indonesia, Usman menilai Indonesia masih memiliki reputasi yang baik di mata dunia di bidang demokrasi dan pemenuhan HAM. Kendati demikian, reputasi tersebut tercoreng sebab pengesahan KUHP yang dinilai mengandung pasal bermasalah.

"Reputasi itu saat ini tercoreng besar oleh hukum pidana yang di dalamnya masih sangat membawa pasal-pasal yang tertinggal oleh zaman, yang kolonialistik, yang bisa digunakan untuk memperburuk kondisi kebebasan sipil di Indonesia," katanya.

Usman menuturkan beberapa pasal yang dinilai masih bersifat kolonialis, di antaranya pasal penghinaan presiden dan wakil presiden, pencemaran nama baik, penodaan agama, penghinaan terhadap pemerintah, penghinaan terhadap lembaga negara, terhadap kekuasaan umum, larangan terhadap demonstrasi tanpa izin, larangan diskursus Marxism-Leninism, serta pasal-pasal makar.

Usman menilai, pasal-pasal makar seringkali digunakan untuk membungkam oposisi politik di wilayah Papua dan posisi politik di luar Papua. Apalagi, lanjutnya, menjelang pemilu 2019 lalu tokoh yang menyuarakan oposisi dijerat pasal makar.

Baca Juga: Jawab Keresahan Pengacara Kondang Hotman Paris, DPR Jelaskan Pasal dalam KUHP: Maksudnya...

"Ini memang disikapi pemerintah dengan dalih, dengan klaim bahwa sebenarnya sudah tidak lagi kolonial, sudah lebih demokratis," jelasnya.

Padahal, menurut Usman, rumusan pasal-pasal dalam KUHP masih sama dengan pasal penghinaan ratu dalam hukum di era Belanda. Selain itu, dia juga menilai adanya hukuman mati menjadi salah satu pasal yang bertentangan dengan prinsip HAM, sekalipun telah diubah menjadi hukuman alternatif.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: