Kredit Foto: Rawpixel/Ake
"Negara tidak mengontrol minyak goreng dari hulu, tidak ada perusahaan milik negara yang memproduksi dan memastikan distribusi minyak goreng seperti Pertamina, seperti yang disampaikan saksi Rizal Mallarangeng," imbuhnya.
Terdakwa lainnya, Indrasari Wisnu Wardana juga menepis tuntutan yang dilayangkan tim jaksa. Melalui nota pembelaannya, Indrasari menyebut tuntutan yang disampaikan jaksa keliru dan tidak sesuai fakta-fakta terungkap di persidangan.
"Sebenarnya saya berharap jaksa penuntut umum membuat surat tuntutan yang sesuai fakta persidangan secara lengkap bukan dikaburkan atau disembunyikan demi kebenaran dakwaan jaksa penuntut umum," kata Indrasari di ruang sidang.
Indrasari meminta agar jangan sampai ada upaya jaksa menyembunyikan fakta persidangan. Sebab, ia memandang banyak fakta persidangan yang tidak dimasukkan ke dalam tuntutan tim jaksa.
"Karena pelanggaran terhadap fakta persidangan bukan hanya sebagai pembunuhan karakter tetapi juga sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia," ujarnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Master, Juniver Girsang menyebut, penuntut umum menuduh para terdakwa termasuk kliennya menyebabkan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng.
Menurut Juniver, tim jaksa sangat memaksakan agar mengembalikan pertanggung jawaban atas hilangnya migor curah dan kemasan sederhana di pasar kepada para terdakwa.
"Penuntut umum dengan nafsu berlebihan menuntut terdakwa Master Parulian Tumanggor, yang begitu banyak dikatakan sebagai komplotan mafia migor," kata Juniver di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Juniver juga menyinggung soal bukti yang tidak disita Kejagung sebab bisa meruntuhkan fakta yang sebenarnya.
"Sebuah perkara yang diawali dari rumah saksi Indrasari Wisnu Wardana di Tangerang Selatan, yang diduga menerima uang yang ditempatkan dalam 5 kantong minyak goreng kemasan merek Sania, kelima kantong migor tersebut tidak pernah disita penyidik Kejagung, karena isinya memang minyak goreng," kata Juniver.
Sebelumnya, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung.
Master dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 12 tahun, dikurangi masa tahanan, dengan perintah terdkawa tetap ditahan di rumah tahanan," papar jaksa saat membacakan surat tuntutan, Kamis (22/12/2022).
Sementara itu, Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana dituntut hukuman pidana selama 7 tahun penjara.
Jaksa juga menuntut Hakim PN Tipikor, Jakarta Pusat untuk menjatuhi Indrasari dengan hukuman denda sebesar Rp1 miliar.
Adapun, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Lima terdakwa dimaksud yakni ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," papar jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: