Pada tahun 2022, di tengah gonjang-ganjing perekonomian dunia, pasar saham Indonesia justru menjadi primadona di kalangan investor. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat berhasil membukukan return sebesar 4,1%. Selain itu, pertumbuhan pendapatan pasar juga lebih dari 20% secara year-of-date sehingga antusiasme pada pasar saham Indonesia semakin meningkat.
Investment Director PT Schroder Investment Management Indonesia, Irwanti, mengungkapkan bahwa performa gemilang Indonesia tahun lalu tidak dapat dilepaskan dari topangan investor, baik investor asing maupun investor lokal. Inflow investor asing berhasil menyentuh angka Rp61 triliun pada tahun 2022, sedangkan investor lokal berkontribusi dengan memegang banyak uang tunai sebagai amunisi tahun 2023.
“Indonesia telah berada di jalur pemulihan setelah Covid-19. Dengan begitu, pendapatan dan pertumbuhan PDB akan tetap tangguh dan semakin membuat pasar saham Indonesia menarik di mata asing,” jelas Irwanti dalam acara bertajuk “Market Outlook 2023”, Jakarta, Rabu, 18 Januari 2023.
Baca Juga: Faktor Domestik dan Eksternal Sokong Market, Inilah Saham-saham yang Bisa Jadi Pilihan Kamu
Selain itu, pasar saham Indonesia mempunyai sentimen yang positif karena tingginya mobilitas setelah dicabutnya PPKM. Masyarakat mulai melakukan aktivitas di luar rumah dan hal tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, meningkatkan konsumsi dan membuat perekonomian Indonesia mempunyai imunitas yang lebih kuat.
Kendati demikian, ada beberapa risiko pasar saham yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Risiko tersebut berkaitan dengan inflasi, tingginya harga komoditas, bahkan pemilu yang akan dilaksanakan pada 2024 mendatang.
Baca Juga: BEI Optimis Menyambut Investasi Saham 2023
Risiko pertama yang wajib diwaspadai adalah tertekannya daya beli karena inflasi yang meninggi. Ancaman inflasi memang masih melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun, menurut Irwanti, inflasi di negara ini tidak begitu ganas bahkan setelah kenaikan harga bahan bakar. Sebagai catatan, pada Desember 2022, Indonesia mencatatkan angka inflasi sebesar 5,51% yang dinilai masih terkendali dan jauh lebih baik dari negara-negara lain.
“Selain inflasi, penurunan tajam harga komoditas juga berisiko terhadap rupiah dan pasar saham Indonesia. Akan tetapi, kondisi geopolitik diprediksi bisa membuat penurunan tersebut berlangsung secara lebih bertahap,” tambahnya.
Risiko selanjutnya adalah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Tiongkok. Negeri Tirai Bambu tersebut dikabarkan melakukan perbaikan lanskap politik dan makro melalui kebijakan yang akan menarik uang asing kembali ke Tiongkok.
Baca Juga: Tiongkok Lakukan 'Reopening', Negara Berkembang Pecahkan Rekor Arus Masuk Dana Asing
“Risiko yang tidak kalah penting adalah Pemilu 2024. Dengan adanya pesta politik tersebut, konsumsi dan daya beli masyarakat bisa meningkat sehingga roda perekonomian terus bergerak. Selain itu, jika Pemilu 2024 menunjukkan kecenderungan positif dan berjalan dengan damai, investor akan lebih percaya terhadap pasar saham Indonesia. Begitu juga jika yang terjadi justru sebaliknya,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yohanna Valerie Immanuella
Editor: Yohanna Valerie Immanuella
Tag Terkait:
Advertisement