Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penyesuaian Harga Pertamax: Akibat Harga Minyak hingga Arahan Penyesuaian Pertalite

Penyesuaian Harga Pertamax: Akibat Harga Minyak hingga Arahan Penyesuaian Pertalite Kredit Foto: Pertamina
Warta Ekonomi, Jakarta -

Keputusan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) dengan Research Octane Number (RON) di atas 92 oleh PT Pertamina (Persero) menimbulkan banyak spekulasi penyebab dan kebijakan susulan yang harus dilakukan oleh pemerintah. 

Adapun harga BBM jenis Pertamax turun dari Rp13.900 per liter menjadi Rp12.800 per liter mulai Selasa, 3 Januari 2023. Begitu pula dengan harga produk lain, seperti Pertamax Turbo dan Dexlite.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menegaskan komitmen pemerintah yang tetap memberikan subsidi bagi masyarakat untuk jenis BBM khusus penugasan (JBKP) Pertalite dan jenis BBM tertentu (JBT) Solar subsidi. Melalui mekanisme subsidi dan kompensasi, Erick menyampaikan harga Pertalite tetap sebesar Rp10 ribu per liter dan Solar subsidi sebesar Rp6.800 per liter. 

Baca Juga: BPH Migas Sebut Uji Coba Pembatasan BBM Subsidi Terus Dilaksanakan

"Ini tentu berbeda dengan BBM nonsubsidi yang mengikuti tren harga pasar dan harga minyak mentah dunia. Untuk Pertalite dan Solar subsidi, pemerintah tetap berkomitmen untuk memberikan subsidi sehingga harganya tidak berubah," ujar Erick saat melakukan peninjauan di SPBU Pertamina 31.128.02 Jalan MT Haryono, Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Meski tak berubah, Erick menyebut harga Pertalite dan Solar subsidi sejatinya masih berada di bawah harga keekonomian. Pemberian subsidi, menurut Erick, menjadi bukti keberpihakan dan keseriusan pemerintah dalam membantu masyarakat dalam menatap tahun baru penuh optimisme.

Harga Minyak Dunia Turun

Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) dengan RON di atas 92 memang sudah seharusnya dilakukan.

"Untuk harga Pertamax ke atas, Pertamina harus menurunkan harga BBM tersebut," ujar Fahmy saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (4/1/2023).

Fahmy menilai hal tersebut perlu dilakukan lantaran harga Pertamax ke atas ditetapkan berdasarkan harga pasar.

Menurutnya, terdapat tiga faktor yang digunakan oleh PT Pertamina (Persero) dalam menetapkan harga Pertamax ke atas, yakni harga minyak dunia, inflasi, dan kurs rupiah terhadap dolar. 

"Kalau mengacu pada harga minyak dunia yang cenderung turun hingga US$79 per barel dan inflasi rendah, sangat memungkinkan bagi Pertamina untuk menurunkan harga Pertamax ke atas," ujarnya. 

Sementara itu, Peneliti Climate Policy Unit & Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Novia Xu menyebut bahwa penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan RON di atas 92 oleh PT Pertamina merupakan hal yang wajar. 

Pasalnya, penyesuaian dilakukan karena harga minyak dunia sudah turun dari yang semula di atas US$100 per barel menjadi sekitar US$79 per barel. 

"Penurunan harga minyak ini didorong oleh prospek ekonomi global yang melemah. Memang BBM non-subsidi adalah haga yang mengikuti harga pasar, jadi wajar ketika harga pasar turun, harga BBM non-subsidi seperti Pertamax juga ada penyesuaian," ujar Novia saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Kamis (5/1/2023).

Novia mengatakan, pemerintah mengambil langkah ini sebagai bentuk sosialisasi bahwa harga BBM memang seyogyanya fluktuatif, dan memberikan kesempatan untuk bisa beradaptasi jika ke depannya ada perubahan harga kembali.

"Dalam hal ini, kita patut apresiasi penjelasan pemerintah mengenai alasan penyesuaian harga ini," ujarnya.

Meski begitu ia khawatir jika masyarakat dan pemerintah tidak mengerti bahwa penyesuaian harga tersebut bersifat sementara. Pasalnya menurut prediksi para ekonom, perekonomian global akan berangsur membaik di kuartal ketiga atau awal tahun depan.

"Maka bisa dikatakan ada kemungkinan harga minyak akan kembali naik," ungkapnya. 

Maka dari itu ia mempertanyakan bagaimana yang akan dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah dalam menyikapi kenaikan harga di kemudian hari. Selain itu, kenaikan harga BBM juga cenderung mendorong inflasi di sektor ekonomi lainnya yang mungkin tidak sefleksibel BBM dalam menyesuaikan harga. 

"Dalam artian ketika BBM turun, harga produk di sektor lain tidak serta merta ikut turun (ada sticky price)," ucapnya.

Lamban Dilakukan

Penyesuaian harga BBM dengan RON di atas 92 oleh PT Pertamina (Persero) sudah seharusnya dilakukan dalam beberapa bulan lalu. 

"Idealnya Pertamax sudah turun dalam dua bulan yang lalu," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (4/1/2023). 

Bhima mengatakan bahwa penyesuaian tersebut wajar dilakukan di tengah terus menurunnya harga minyak dunia sejak beberapa bulan terakhir. 

"Penyesuaian harga Pertamax wajar dilakukan, memang harga minyak mentah sudah turun -1,3 persen secara tahunan menjadi US$76,4 per barel," ujarnya. 

Menurutnya, saat ini tugas dari pemerintah adalah segera menurunkan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar untuk masyarakat.

"Tidak adil rasanya, pendapatan negara, baik pajak dan PNBP tembus di atas target, tapi subsidi BBM ditahan," ungkapnya.

Bhima menilai dengan disesuaikanya harga Pertalite dan solar di masyarakat akan memberikan imbas positif terhadap perekonomian Indonesia.

"Lebih berimbas positif ke ekonomi itu Pertalite dan solar diturunkan, kalau bisa kembali ke harga awal sebelum kenaikan bulan September 2022," ucapnya

Harga Pertalite Harus Turun

Bhima menyebut setelah melakukan penyesuaian harga BBM dengan RON di atas 92, pemerintah harusnya melakukan penyesuaian juga terhadap BBM subsidi. 

Bhima mengatakan bahwa saat ini tugas dari pemerintah adalah segera menurunkan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar untuk masyarakat. 

"Tidak adil rasanya, pendapatan negara baik pajak dan PNBP tembus di atas target, tapi subsidi BBM ditahan," ujar Bhima saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (4/1/2023).

Menurutnya, dengan disesuaikanya harga Pertalite dan solar di masyarakat akan memberikan imbas positif terhadap perekonomian Indonesia. 

"Lebih berimbas positif ke ekonomi itu Pertalite dan solar diturunkan, kalau bisa kembali ke harga awal sebelum kenaikan bulan September 2022," ucapnya. 

Lanjutnya, dengan penurunan harga Pertalite, efeknya akan langsung dirasakan ke inflasi yang lebih terjaga. Pasalnya aktivitas masyarakat yang mulai pulih pascapencabutan PPKM butuh keterjangkauan biaya transportasi.

"Kalau dilihat sejak naiknya harga BBM bulan September, imbasnya terus menerus ke inflasi bulan Desember. Jadi cara ampuh menurunkan inflasi selain pangan, ya dengan turunkan harga BBM jenis subsidi. Ini harusnya bentuk stimulus ekonomi yang dilakukan pemerintah," ungkapnya. 

Di sisi lain, Fahmy Radhi mengatakan bahwa tren negatif harga minyak mentah dunia yang terus mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir dan menyentuh angka US$79 per barel sudah seharusnya membuat pemerintah menyesuaikan harga BBM subsidi.

Menurutnya, kondisi menurunya harga minyak dunia seharusnya membuat pemerintah menurunkan harga Pertalite. 

"Pemerintah juga harus menurukan harga Pertalite. Alasannya, saat menaikkan harga Pertalite, asumsi yang digunakan harga minyak dunia di atas US$100 per barel, padahal sekarang turun menjadi US$79 per barel," ujar Fahmy saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (4/1/2023).

Fahmy mengatakan bahwa penurunan harga Pertalite akan memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia di tengah pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat oleh pemerintah.

"(Penurunan harga Pertalite) menurunkan inflasi dan menaikkan daya meningkatkan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Terkait penyesuaian harga Pertamax, Fahmy menilai hal tersebut sudah seharusnya dilakukan oleh Pertamina ataupun pemerintah untuk mendorong penyesuaian harga. 

"Untuk harga Pertamax ke atas Pertamina harus menurunkan harga BBM tersebut," ungkapnya. 

Fahmy menilai hal tersebut perlu dilakukan lantaran harga Pertamax ke atas ditetapkan berdasarkan harga pasar.

Menurutnya, terdapat tiga faktor yang digunakan oleh PT Pertamina (Persero) dalam menetapkan harga Pertamax ke atas, yakni harga minyak dunia, inflasi, dan kurs rupiah terhadap dolar. 

"Kalau mengacu pada harga minyak dunia yang cenderung turun hingga 79 dolar AS per barel dan inflasi rendah, sangat memungkinkan bagi Pertamina untuk menurunkan harga Pertamax ke atas," ujarnya.

Menarik Pengguna Pertalite

Fahmy Radhi menyebut penyesuaian harga BBM dengan RON di atas 92 membuka peluang migrasi pengguna BBM subsidi.

"Kemungkinan migrasi ke Pertalite cukup besar," ujar Fahmy saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (4/1/2023).

Maka dari itu, Fahmy mengatakan perlu adanya pembatasan agar pengguna BBM subsidi, terutama Pertalite dapat tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkannya.

"Pembatasan melalui Perpres nomori 191 dengan memasukan bahwa pengguna Pertalite dan Solar adalah sepeda motor dan angkutan orang dan barang. Di luar itu harus migrasi ke BBM nonsubsidi," ujarnya.

Sementara itu, Novia Xu menilai penurunan harga harga BBM dengan RON di atas 92 oleh PT Pertamina belum dapat mengerek pengguna Pertalite beralih ke Pertamax.

Pasalnya setelah penyesuaian, harga BBM non-subsidi kini memang lebih mendekati harga BBM bersubsidi, namun masih terdapat selisih yang cukup signifikan antara keduanya. 

"Masih ada selisih yang cukup signifikan, hampir Rp3 ribu per liter. Insentif bagi pengguna Pertalite untuk beralih ke Pertamax rasanya masih terbatas," ujar Novia saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Kamis (5/1/2022).

Novia menyebut masih ada kemungkinan potensi penurunan beban subsidi BBM, namun tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak meneruskan program reformasi subsidi yang lebih efektif dan tepat sasaran. 

"Apalagi ada juga upaya pemerintah dalam menggalakkan transisi ekonomi hijau. Tentu harga BBM yang lebih tinggi bisa membantu masyarakat mempertimbangkan opsi transportasi yang lebih ramah lingkungan," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: