Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

SPKS Ungkap Korporasi Raksasa Nikmati Untung Subsidi Biodiesel

SPKS Ungkap Korporasi Raksasa Nikmati Untung Subsidi Biodiesel Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto menyebut bahwa alokasi subsidi biodiesel mayoritas dinikmati oleh korporasi raksasa. 

"Terdapat 12 kelompok korporasi raksasa yang menikmati subsidi selisih harga minyak dan biodiesel tersebut, antara lain Wilmar, Best Industry, Darmex Agro, First Resources, Jhonlin, KPN Corp, Louis Dreyfus, Musim Mas, Permata Hijau, Royal Golden Eagle, Sinar Mas, dan Sungai Budi," ujar Darto dalam diskusi, Selasa (7/2/2023).

Darto mengatakan bahwa Wilmar menjadi korporasi paling besar menerima subsidi di antara kelompok korporasi lain. Selama periode Januari 2019 hingga September 2021, jumlah subsidi yang telah diterima oleh Wilmar mencapai Rp22,14 triliun.

Baca Juga: SPKS: Subsidi Salah Bikin Industri Biodiesel Nikmati Untung

"Jumlah tersebut dua kali lipat lebih besar dari jumlah subsidi yang diterima oleh Musim Mas, penerima subsidi terbesar kedua sebesar Rp11,15 triliun. Dan hampir empat kali lipat lebih besar dari penerima subsidi terbesar ketiga, yakni Royal Golden Eagle sebesar Rp6,29 triliun," ujarnya. 

Dengan begitu yang menjadi pertanyaan adalah kebijakan B35 untuk siapa? Bercermin dari implementasi mandotori B30, terbukti bahwa kebijakan tersebut meningkatkan harga produk turunan sawit.

"Dampak dari kebijakan B35 ini adalah dapat meningkatkan harga pangan termasuk minyak goreng, selain itu harga tandan buah segar di tingkat petani juga akan tergerus karena mengikuti harga CPO," ucapnya. 

Sementara itu, Janses E Sihaloha mengatakan bahwa ada indikasi persaingan usaha tidak sehat terjadi pada penunjukan perusahaan yang mendapat subsidi biodiesel. 

"Kondisi ini harus direspons oleh KPPU selaku yang memiliki wewenang dalam mengawasi hal tersebut, bahkan bisa meminta bantuan pihak kepolisian dalam menindaklanjutinya," ujar Janses. 

Di kesempatan yang sama, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas mengatakan bahwa kebijakan B35 meningkatkan potensi terjadinya kerusakan lingkungan karena permintaan CPO yang semakin tinggi.

"Kebutuhan CPO untuk B35 sebanyak 13 juta ton K/L, ini mengharuskan untuk pembukaan lahan baru melalui doferestasi dan pelanggaran HAM di bagian hulu," ujar Ari. 

“Petani sawit harus berada pada posisi strategis dalam struktur industri sawit, terutama dalam komposisi BPDPKS sehingga memiliki peran penting dalam tata kelola industri sawit dari hulu sampai hilir," imbuhnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: