Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menkeu Sri Mulyani: Prinsip Adil dan Terjangkau Jadi Tantangan dalam Mekanisme Transisi Energi

Menkeu Sri Mulyani: Prinsip Adil dan Terjangkau Jadi Tantangan dalam Mekanisme Transisi Energi Kredit Foto: IG @smindrawati
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut tantangan terbesar dalam mekanisme transisi energi adalah bagaimana membangun infrastruktur energi dengan prinsip adil dan terjangkau. Dalam hal ini, banyak negara yang memiliki kebutuhan untuk terus tumbuh dan berkomitmen terhadap pengurangan emisi karbon namun membutuhkan energi yang sangat mahal.

“Di Indonesia, 62% energi kita berasal dari batubara dan lebih dari 90 persen sebenarnya adalah bahan bakar fosil. Kami ingin meningkatkan energi terbarukan menjadi 23 persen,” ungkap Menkeu dalam keterangan tertulisnya, Minggu (19/2/2023).

Menkeu mengungkapkan, pembiayaan menjadi elemen yang sangat penting di dalam mekanisme transisi energi. Menurutnya, transisi dari energi berbasis fosil ke energi terbarukan memerlukan kekuatan dari sisi keuangan dan teknologi.

Baca Juga: Analisis Kinerja Ekspor-Impor RI di Awal Tahun 2023, Begini Kata Anak Buah Sri Mulyani

“Berapa biayanya dan siapa yang harus membayar, apa insentif untuk membayar itu jika ada, apakah akan disubsidi, apakah pemerintah memiliki kemampuan untuk mensubsidi transisi ini. Ketika Anda dapat menghitung berapa biayanya, dari mana pembiayaan ini berasal? apakah itu publik, lembaga multilateral, sektor bilateral atau swasta. Berapa biaya untuk setiap sumber pembiayaan. Apalagi dengan situasi saat ini dimana suku bunga semakin tinggi, maka cost of fund akan semakin mahal,” jelas Menkeu.

Selain itu, menurut Menkeu, energi terbarukan juga membutuhkan investasi, modal, dan teknologi yang berbeda di setiap negara.  

“Perubahan iklim adalah masalah publik global dan itulah mengapa tidak dapat diselesaikan sendiri oleh masing-masing negara. Kita berbicara tentang komoditas yang sama yaitu CO2, karbon. Tapi sekarang jika Anda melihat dunia, harga karbon berbeda. Beberapa negara sudah menerapkan pasar karbon dengan harga yang berbeda, bahkan beberapa negara tidak memiliki pasar karbon,” ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

Advertisement

Bagikan Artikel: