Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPK Pelototi Sejumlah Konsultan Pajak Jejaring 134 Pegawai Kemenkeu: Ada Risiko Suap dan Gratifikasi

KPK Pelototi Sejumlah Konsultan Pajak Jejaring 134 Pegawai Kemenkeu: Ada Risiko Suap dan Gratifikasi Kredit Foto: Alfida Rizky Febrianna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan bahwa ada 134 pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan tercatat memiliki saham di 280 perusahaan yang beberapa di antaranya merupakan perusahaan konsultan pajak.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, sejauh ini menyebut, memang belum ada peraturan resmi yang melarang kepemilikan saham di perusahaan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, kepemilikan saham di perusahaan, apalagi yang tertutup dan bergerak di bidang konsultan pajak, ia nilai tidak etis.

Baca Juga: Mahfud MD Cium Transaksi Mencurigakan Rp300 Triliun, Kemenkeu Buka Suara

"Boleh, sebenarnya bukannya boleh, tapi tidak etis. Kalau Peraturan Pemerintah (PP) bilang itu tidak etis. Waktu PP tahun '80 itu sih dilarang berbisnis. Tapi, PP berikutnya gak jelas ngaturnya. Hanya bilang agar memilih kegiatan yang etis. Etis ini apa? Ga jelas," ujarnya, saat ditemui wartawan di kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (9/3/2023).

Pahala lalu mengatakan, pihaknya tengah mendalami informasi terkait nama dan bergerak bidang apa perusahaan jejaring pejabat tersebut, sebagai tindak lanjut berikutnya. 

Namun, Pahala berujar, saat ini pihaknya akan fokus mencari perusahaan mana saja yang bergerak di bidang konsultan pajak dari total 280 perusahaan yang masuk daftar jejaring pegawai pajak. Pasalnya, dia menilai, pegawai pajak yang memiliki afiliasi dengan perusahaan konsultan pajak mencurigakan dan berbahaya.

"Karena kalau (perusahaan konsultan pajak) sudah pasti berkaitan, yang itu yang kita cari. Saat ini mungkin sudah ada dua perusahaan," ujarnya.

Pahala menjelaskan, afiliasi pegawai pajak dengan perusahaan konsultan pajak dinilai berbahaya karena ada risiko gratifikasi dan suap yang ia nilai besar.

"Nah kenapa kalau ini konsultan pajak jadi bahaya? Ini kan risiko orang pajak, dia kan berhubungan dengan wajib pajak, dan wajib pajak berkepentingan membayar sedikit mungkin," katanya.

Sementara, dia melanjutkan, petugas pajak berkepentingan atas nama negara menggunakan wewenangnya supaya melakukan pemungutan pajak maksimum. 

"Nah, di sinilah muncul risiko dia ketemu. Bahwa (wajib pajak) mau sedikit banget, yang (pegawai pajak) mau banyak banget. Nah, risiko yang kita bilang, bukan soal kekayaannya, kita cari korupsi. Itu yang paling mungkin, hubungan petugas pajak dengan wajib pajak paling mungkin gratifikasi dan suap, karena kan definisi penerimaan terkait jabatan dan wewenang. Makanya itu yang kita cari," tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: