Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Polemik RUU Kesehatan Samakan Rokok dengan Narkotika & Psikotropika, Kemenkes Dinilai Sebarkan Disinformasi

Polemik RUU Kesehatan Samakan Rokok dengan Narkotika & Psikotropika, Kemenkes Dinilai Sebarkan Disinformasi Kredit Foto: Antara/Anis Efizudin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gaduh rencana disamakannya produk tembakau yang legal dengan narkotika dan psikotropika yang ilegal dalam satu pasal zat adiktif pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan direspons oleh Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril. Ia menjelaskan, produk tembakau dan minuman beralkohol telah dikelompokkan sebagai zat adiktif pada UU Kesehatan yang masih berlaku (UU 36/2009). 

Pernyataan Kemenkes tersebut dinilai sebagai bentuk disinformasi, bahkan cenderung menyebarkan kebohongan publik. Sebab, dalam UU 36/2009 tentang Kesehatan, tidak disebutkan bahwa minuman beralkohol, terlebih narkotika dan psikotropika, dikelompokkan sebagai zat adiktif. Hal ini disampaikan oleh Pengamat Hukum Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah. 

“Pertama, ada sesat pikir dari Kementerian Kesehatan melihat persoalan zat adiktif itu sendiri. Kedua, informasi yang disampaikan itu tidak benar dan menjadi kebohongan publik. Jelas zat adiktif itu tidak berarti sama dan tidak bisa disamakan dengan narkotika serta psikotropika,” terang Trubus.  

Baca Juga: Viral, RUU Kesehatan Samakan Tembakau dengan Narkoba!

Sebagai catatan, UU 36/2009 pasal 113 ayat (2) tentang Pengamanan Zat Adiktif menyatakan, "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaanya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekitar. Di sini, minuman beralkohol tidak digolongkan sebagai zat adiktif".

Faktanya, minuman beralkohol hanya disebut satu kali, yaitu dalam pasal 160 ayat (2) dengan bunyi, "Faktor risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi diet tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, merokok, mengonsumsi alkohol, dan perilaku berlalu lintas yang tidak benar". 

Adapun dalam draf RUU Kesehatan pasal 154 ayat (3) berbunyi, "Zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya".

Baca Juga: Tokoh NU Nilai Rokok Disamakan dengan Narkoba di RUU Kesehatan Risaukan Petani Tembakau

Trubus menambahkan, disinformasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan ini memperjelas kesan adanya keterburu-buruan untuk segera mengesahkan RUU Kesehatan ini. Padahal, RUU ini masih memiliki banyak polemik, termasuk soal menyamakan produk tembakau dan minuman beralkohol dengan narkotika dan psikotropika.

“Ada logical fallacy, sesat pikir dalam mengelompokkan tembakau dan alkohol dengan narkotika dan psikotropika. Jika sampai RUU Kesehatan disahkan dengan ketentuan tersebut, seluruh ekosistem pertembakauan akan terkena dampaknya,” sambung Trubus. 

Baca Juga: Polemik Tembakau dalam RUU Kesehatan Kesankan Negara Ditekan Maunya Asing

Ia juga menambahkan, ketersediaan lapangan kerja dan pendapatan negara dari industri hasil tembakau (IHT) juga akan hilang, sehingga akan berdampak buruk pada stabilitas ekonomi nasional secara keseluruhan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Yohanna Valerie Immanuella

Advertisement

Bagikan Artikel: