Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) memberikan paket bantuan kebutuhan spesifik kepada perempuan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pekerja migran ilegal ke Irak dengan korban 9 orang di Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus, Jakarta. Perwakilan Kementerian/Lembaga yang hadir, antara lain, Migran Care dan petugas RPTC.
"Kami menyayangkan terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dialami oleh 9 korban dengan modus pekerja migran ilegal ke Irak. Kemen-PPPA selaku ketuan harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PPTPPO) sudah berkoordinasi lintas sektor dengan pihak terkait lainya dalam upaya pencegahan dan penanganan," ujar Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Kemen-PPPA, Prijadi Santoso, dalam keterangannya, Jumat (2/6/2023).
Baca Juga: Menteri PPPA: Bantuan Modal 400 Pelaku UMKM Perempuan oleh PPLIPI, Dukung UMKM Lebih Maju
Plt. Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kemen-PPPA, Margareth Robin Korwa, mengatakan kepada para korban TPPO untuk tidak mudah percaya dengan siapa pun atau pihak yang menawarkan iming-iming mendapatkan gaji besar, dan lebih hati-hati untuk ke depannya. Dalam kesempatan tersebut, Margareth juga menyampaikan bahwa penyaluran paket bantuan kebutuhan spesifik perempuan korban kekerasan (dignity kit) dilakukan guna memastikan perempuan terpenuhi hak-haknya.
Hal tersebut sejalan dengan mandat Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 Tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pasal 3 huruf (d), di mana Kemen-PPPA sebagai kementerian yang mendapatkan fungsi tambahan menyelenggarakan layanan rujukan akhir bagi korban perempuan korban kekerasan yang membutuhkan dukungan dan koordinasi di tingkat nasional, koordinasi antar provinsi, antar negara, dan antar instansi lembaga secara multisektoral sesuai kebutuhan korban dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
"Kami ingin memastikan perempuan terpenuhi perlindungan dan pemenuhan hak-haknya. Kami melihat selama ini bantuan-bantuan (yang diberikan) sifatnya umum," tutur Margareth.
Lebih lanjut, Margareth menjelaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN yang menjadi pengirim, transit, dan penerima perdagangan orang. Pemerintah Indonesia perlu bekerja lebih keras dalam mengatasi persoalan perdagangan orang melalui peningkatan kapasitas dan profesionalitas Aparat Penegak Hukum (APH) dan lembaga layanan sosial, serta memperkuat kerja sama bilateral.
Hal itu perlu dilakukan untuk melawan dan mengintegrasikan upaya penanganan korban perdagangan orang; penanganan perempuan korban perdagangan orang; pelaksanaan dalam melakukan identifikasi; petunjuk dalam memberikan perlindungan dan dukungan kepada korban; petunjuk dalam memberikan perlindungan kepada saksi korban; petunjuk terhadap akses pendampingan dan pemulihan dan rehabilitasi sosial dan restitusi terhadap korban; serta petunjuk dalam proses pemulangan dan reintegrasi terhadap korban.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Advertisement