Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Skema Pendanaan Belum Jelas, Apakah Pantas Pemerintah Gelar Upacara Hari Kemerdekaan di IKN?

Skema Pendanaan Belum Jelas, Apakah Pantas Pemerintah Gelar Upacara Hari Kemerdekaan di IKN? Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf
Warta Ekonomi, Depok -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, banyak pihak yang mengkritik pembangunan ini dengan dalih skema pembiayaan yang tidak jelas dan tidak urgen untuk direalisasikan.

Pemerintah mengklaim Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bakal berperan sekitar 20 persen dalam pembangunan IKN. Presiden Jokowi menyebut pemerintah butuh suntikan dana sekitar Rp466 triliun sampai Rp486 triliun hingga 2045 mendatang untuk merealisasikan Ibu Kota baru tersebut.

Selain dari APBN, pemerintah menargetkan dana segar dari investor untuk proyek IKN. Namun, realisasi investasi swasta di IKN sejauh ini masih nihil. Meskipun Kepala Otorita IKN telah mengantongi 182 pengajuan minat berinvestasi atau Letter of Intent (LOI) di IKN, tetapi investor masih ragu untuk berinvestasi karena masalah skema pertanahan.

Baca Juga: Kementerian PUPR Siapkan Pengawasan Berlapis Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi IKN

Ekonom Senior INDEF Faisal Basri menjelaskan Indonesia saat ini punya banyak masalah ekonomi yang lebih penting untuk diselesaikan daripada proyek IKN. Ia menjelaskan bahwa saat ini ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah turut menjadi faktor yang memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Ketimpangan antardaerah di Indonesia disebabkan oleh ketimpangan fiskal pusat dan daerah. Penerimaan pemerintah pusat mencapai 2.000 triliun pada tahun 2019, penerimaan asli daerah 34 provinsi seluruhnya itu sekitar 200-an triliun saja. Sementara 514 kabupaten/kota kalau kita Jumlah pendapatan asli daerahnya hanya 100-an triliun saja. Jadi, kunci penyebab dari ketimpangan itu adalah sentralistik dan semakin tersentralisasinya kekuasaan pada pusat. Ditambah dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang mengambil alih makin banyak kewenangan daerah dan diserahkan kepada pusat,” kata Faisal, dikutup dari kanal Youtube Refly Harun pada Senin (26/6/2023).

Ia kemudian mempertanyakan urgensi dari pemindahan ibu kota negara. Menurutnya, skema pembiayaan IKN tidak jelas dan tidak terencana dengan matang. Bahkan, ia mengkritik langkah pemerintah yang ingin menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai tambahan dari proyek IKN.

“Apakah ada situasi darurat, sehingga kita harus serta-merta pindah (ibu kota), kalau tidak pindah Indonesia akan bangkrut? Dalam hal pembiayaan, ini juga tidak jelas. Jadi tidak ada perencanaan terintegrasi antara perencanaan proyek dengan perencanaan keuangan,” jelasnya. 

“Perencanaan proyek dan perencanaan keuangan tidak terintegrasi, nyari uangnya aja belum tahu dari mana, masih diutik-utik. Ibu Anis, anggota DPR dari PKS itu menghardik Menteri Keuangan. Kok menteri kayak begini cara berpikirnya enak-enakan saja, ambil dari dana PEN. Terus kata anggota Partai Demokrat, itu tidak bisa, dana PEN itu untuk darurat Covid. Jadi, seenak udelnya saja,” sambungnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: