Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tumbuhkan Kepercayaan, Kesenjangan Literasi dan Inklusi Keuangan Wajib Dipangkas

Tumbuhkan Kepercayaan, Kesenjangan Literasi dan Inklusi Keuangan Wajib Dipangkas Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan perlu terus diperkecil untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan.

“Kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan menyebabkan masyarakat berisiko membuat keputusan keuangan yang salah termasuk diantaranya adalah penggunaan produk jasa keuangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan tujuan finansial,” ujar Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Dr. Kartina Sury, di Jakarta, Senin (26/6/2023).

Dalam jangka panjang, lanjutnya, dikhawatirkan terjadinya pemilihan produk jasa keuangan yang terbatas pada beberapa produk tertentu saja sehingga tujuan untuk mengarahkan masyarakat ke perencanaan keuangan, stabilitas keuangan, kesehatan keuangan dalam upaya mencapai financial wellness menjadi terbatas. Baca Juga: Kembangkan Ekonomi dan Keuangan Syariah, OJK: Literasi dan Inklusi Masih jadi PR Besar

Literasi keuangan adalah aspek fundamental dari perlindungan konsumen yang dapat mengembangkan serta meningkatkan kepercayaan kepada industri jasa keuangan. Lebih lanjut, literasi keuangan mendukung pengguna produk jasa keuangan untuk melakukan pengambilan keputusan penting (informed decision) terkait pengelolaan keuangan pribadi yang dapat mendukung tercapainya financial wellness.

OJK telah memaparkan data, inklusi keuangan di wilayah perkotaan mencapai 86,7 persen.Sementara pencapaian di perdesaan baru mencapai 82,7 persen. Dengan demikian, terdapat kesenjangan 4,0 persen antara desa dan kota. Sementara itu, literasi keuangan di perkotaan mencapai 50,5 persen dan desa 48,4 persen dengan kesenjangan sebesar 2,1 persen.

Pada 2019, gap inklusi keuangan desa-kota mencapai 15,1 persen dan gap literasi keuangan menyentuh 6,9 persen. Survei terakhir di 2019 menunjukkan, inklusi keuangan yang mencapai 76 persen tidak sebanding dengan literasi keuangan yang masih di angka 38%.

"Artinya, masyarakat sudah banyak mengakses jasa dan produk keuangan tanpa adanya pemahaman yang memadai tentang jenis serta risiko dari masing-masing produk dan layanan keuangan," ungkapnya.

Oleh karena itu, Kartina menegaskan bahwa kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan perlu diatasi secara bersama-sama, tidak hanya oleh pemerintah dan pelaku industri jasa keuangan, tetapi juga oleh pelaku industri lainnya yang turut memasarkan produk jasa keuangan. 

"Kesenjangan ini juga berdampak membuat masyarakat pengguna rentan terhadap keputusan keuangan yang berisiko, menanggung terlalu banyak hutang, atau bahkan menjadi korban produk investasi bodong. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap jasa keuangan dapat menghambat pertumbuhan sektor keuangan," katanya. Baca Juga: Genjot Literasi Digital, OJK Edukasi Para Mahasiswa di Balikpapan

Tidak hanya literasi keuangan, masyarakat pun perlu mendapatkan edukasi mengenai literasi digital. Pandemi Covid-19 tidak hanya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi digital tetapi juga telah memacu peningkatan kegiatan masyarakat pada ranah digital, termasuk layanan dan transaksi produk jasa keuangan.

Adopsi layanan dan produk jasa keuangan melalui sarana digital tentunya perlu diikuti dengan peningkatan literasi keuangan digital masyarakat. Hal ini penting supaya mereka bisa menggunakan aplikasi digital untuk penggunaan produk jasa keuangan digital yang tepat sesuai kebutuhan perencanaan keuangan, bukan hanya berdasarkan permasalahan keuangan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: