Dewasa adalah kata-kata yang sedikit mengerikan bagi saya. Dewasa artinya saya harus bisa melakukan banyak hal sendiri, termasuk urusan administrasi negara yang begitu asing di telinga. Dewasa berarti sebuah perjalanan baru penuh ketidaktahuan. Dewasa berarti harus ambil peran dalam membangun stabilitas negara, salah satunya dengan bayar pajak.
Boro-boro bayar pajak, untuk pergi ke dokter pun saya masih ragu tanpa dampingan orang tua. Saat bertatapan dengan dokter dan ditanyai A, B, C tentang keluhan saya, lirikan pertama pasti tertuju pada ibu dengan harap beliau akan menangkap sinyal telepati untuk mendeskripsikan semua rasa sakit saya ke dokter.
Kini, pendewasaan diri mulai menghantam saya. Terbaru saya harus berurusan dengan pajak yang sangat asing itu.
Saya adalah seseorang yang sudah menginjak usia legal pada 5 tahun lalu. Namun, dengan status mahasiswa tanpa harta dan penghasilan, tentu saja saya belum berurusan dengan pajak dan perintilan lainnya.
Namun, kini saya mengemban status baru sebagai pekerja yang harus bertanggung jawab terhadap negara sebab adanya penghasilan yang mengalir ke rekening saya. Salah satu syarat yang harus saya penuhi untuk dapat bekerja di sebuah perusahaan adalah dengan memiliki NPWP.
Berpikir itu hanya kartu identitas layaknya KTP sebab terdapat sederet angka yang sama dengan NIK, nyatanya NPWP lebih dari itu. Pasalnya saya jadi memiliki tanggung jawab baru serta gelar baru sebagai ‘Wajib Pajak’ (WP). Berbulan-bulan kartu itu bak tak digunakan, saya baru mengetahui fungsinya usai ada pemberitahuan terkait SPT di grup kantor, tepatnya ketika awal tahun ini. Adanya surat tersebut membuat saya berkecimpung dengan Pajak Penghasilan (PPh).
Lalu, apa itu SPT?
Saya kemudian melakukan pencarian mengenai kata yang asing itu. Ternyata SPT adalah akronim dari Surat Pemberitahuan Tahunan yang harus dilaporkan oleh WP setiap tahunnya. Tentu saja ada ketentuan yang mengikat hal ini, mulai dari siapa saja yang wajib bayar pajak hingga berapa persen penghasilan yang harus dialokasikan untuk pajak ini.
Dalam kasus yang saya hadapi, setiap rupiah gaji yang mengalir di rekening sudah langsung dipotong pajaknya. Kendati demikian, saya dapat melihat rinciannya dengan jelas, yaitu pemotongan apa serta berapa besarannya dalam Bukti Potong yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Langkah selanjutnya yang harus saya lakukan adalah melapor pajak. Beruntungnya, saya yang buta akan pajak ini terbantu dengan kemudahan teknologi yang memungkinkan untuk melapor SPT secara online. Hanya butuh waktu kurang dari sejam hingga saya menunaikan tanggung jawab sebagai WP dalam hal melapor dan membayar pajak.
Hal terkait sistem perhitungan pajak sudah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menurut Pasal 7 UU tersebut, orang yang menjadi WP orang pribadi dalam negeri terdiri dari lima kategori, yang mana kategori berpenghasilan Rp5 juta sempat membuat heboh para pekerja.
Pasalnya, sempat beredar info bahwa orang dengan penghasilan tersebut wajib membayar pajak sebesar 5%. Tentu saja pernyataan itu langsung ditepis oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani lewat unggahan Instagram pribadinya (3/1/2023).
"Hallo semua ..! Judul Berita : Gaji 5 juta dipajaki 5 persen ITU SALAH Banget..!!! JUDUL BERITA mengenai Peraturan Pemerintah 55/2022 mengenai pajak penghasilan MEMBUAT NETIZEN EMOSI..! Untuk gaji 5 juta TIDAK ADA PERUBAHAN aturan pajak," ungkap Sri Mulyani.
Ternyata, orang dengan gaji Rp5 juta dengan tanggungan keluarga gak diwajibkan membayar pajak. Sedangkan orang dengan penghasilan sama namun berstatus lajang wajib membayar PPh sebesar 0,5 persen atau setara dengan Rp25 ribu tiap bulannya.
Yuk, ikut bangun stabilitas negara!
Masalah pajak ini memang sering membuat dag dig dug, ya. Apalagi, bagi saya, seorang pekerja baru yang masih buta terkait pajak, ini merupakan sesuatu yang sedikit mendebarkan.
Berurusan dengan pajak berarti sebuah pintu pendewasaan baru. Bagaimana tidak, setelah resmi memiliki identitas kewarganegaraan yaitu KTP, kini saya dapat berkontribusi kepada negeri tempat kelahiran ini. PPh adalah pintu awal bagi saya untuk lebih kenal dengan pajak ini.
Muncul pertanyaan baru terkait kenapa saya harus bayar pajak. Apa, sih, manfaatnya bagi saya?
Jika dijawab dengan kesadaran penuh, tentu saja saya sudah merasakan manfaat pajak bahkan sejak saya belum berpartisipasi dalam membayar PPh. Sayangnya manfaat ini sering saya terima dengan cuma-cuma bahkan menganggap ini adalah hal yang biasa tanpa tahu apa yang menyebabkan semua manfaat itu dapat terjadi.
Mari kita bedah secara perlahan. Dalam laman Kementerian Keuangan RI, terdapat simulasi Alokasi Pajakmu yang dapat dihitung setiap orang. Dengan mengisi berapa besar pajak yang diberikan, akan terlihat jelas ke mana tiap rupiah itu disalurkan.
Ternyata setiap WP telah berkontribusi terhadap dua jenis APBN, yaitu Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah & Dana Desa. Simulasi ini menjadi bukti bahwa setiap rupiah yang dibayarkan lewat pajak tidak raib atau hilang tanpa arah melainkan menjadi penyokong stabilitas negara.
Stabilitas negara terbentuk bukan hanya dengan kondisi ekonomi yang kokoh. Ada aspek lain yang menyokongnya dan menariknya hal ini dapat dijangkau lewat pajak.
Terlihat jelas bahwa pajak disalurkan untuk memperbaiki, meningkatkan, serta memperkuat pemerintahan pusat lewat pemberian dana untuk pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, perlindungan lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
Sedangkan manfaatnya terhadap belanja daerah mencakup dana alokasi umum, dana bagi hasil, dana alokasi khusus fisik, dana alokasi khusus nonfisik, dana keistimewaan DIY, dana otonomi khusus, dana insentif ke daerah, hingga dana desa.
Secara sederhana, manfaat pajak dapat dilihat dari tempat kaki bertapak hingga kebermanfaatan pelayanan umum lain yang sudah menjadi bagian keseharian. Ada jalanan aspal yang terbentang, ada ribuan transportasi umum yang siap mengantar, ada triliunan anggaran pendidikan yang telah berubah menjadi ilmu bagi anak negeri, hingga ada banyak nyawa yang tertolong berkat bantuan kesehatan.
Manarik, bukan? Dengan membayar pajak, ternyata saya dan kamu dapat menjangkau seluruh lapisan di Indonesia. Penyalurannya gak hanya fokus di pusat melainkan hingga ke daerah.
Inilah yang disebut dengan stabilitas negara. Sebuah negara bukan hanya terdiri dari area pusat melainkan adapula daerah hingga pelosok yang juga bagian dari negara itu. Stabil artinya seimbang yang mana setiap wilayah di Indonesia merasakan manfaat serta kemajuan yang sama dengan adanya penyaluran pajak.
Fakta ini membakar semangat saya untuk semakin menyelami hal tentang pajak. Berawal dari NPWP, tak disangka saya telah berkontribusi hingga ke setiap ujung Indonesia. Tentu saja, yang bertanggung jawab akan pajak bukan hanya saya, tapi juga kamu, dan kita semua.
Penulis: Noorma Amalia Siregar
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Clara Aprilia Sukandar
Tag Terkait:
Advertisement