Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Memanfaatkan Media Sosial untuk Melindungi Karya dari Plagiarisme

Memanfaatkan Media Sosial untuk Melindungi Karya dari Plagiarisme Kredit Foto: DJKI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Seiring berkembangnya era digital yang memudahkan penyebaran informasi, pelanggaran hak cipta menjadi tantangan yang semakin besar untuk para kreator. Meski pelindungan hak cipta terbentuk secara otomatis setelah sebuah karya dipublikasikan, masih banyak konten media sosial yang mencomot lagu, koreografi, maupun bentuk ekspresi lain tanpa menyebutkan sumber atau meminta izin pada pemilik hak.

Stevanus Rionaldo, Analis Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), menjelaskan bahwa media sosial memang seperti pisau bermata dua. Dengan memanfaatkan media sosial, karya akan lebih mudah dikenal orang apabila telah viral. Sayangnya, hal ini juga meningkatkan potensi plagiarisme atau penyalahgunaan karya.

“Meskipun begitu, kita tetap dapat memanfaatkan media sosial sebagai media publikasi, sehingga apabila ada pihak yang memplagiasi atau menyalahgunakan karya, kita dapat melakukan tindakan yang sah secara hukum. Publikasi di media sosial bisa dijadikan bukti orisinalitas karya,” ujar Rio pada Seminar Mobile IP Clinic, Rabu (12/7/2023), di Taman Budaya Yogyakarta.

Baca Juga: Aturan Baru Sri Mulyani: Artis dan Influencer Medsos Terima Endorse Kena Pajak Natura

Lebih lanjut, Rio mengatakan ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemilik karya untuk mencatat tanggal publikasi karya. Bahkan pencatatan karya juga tidak harus dilakukan di ranah umum seperti media sosial.

“Kalau orang zaman dulu mengirim foto atau salinan suatu ciptaan via pos untuk diri sendiri karena nanti akan ada cap pos begitu paketnya terkirim. Kalau zaman sekarang mudah saja, bisa kirim email untuk diri sendiri atau WhatsApp juga bisa asalkan tanggal, bulan, dan tahunnya tertera dengan jelas,” ujarnya. 

Rio menambahkan bahwa pencatatan hak cipta di DJKI sifatnya sukarela. Surat pencatatan yang dirilis DJKI merupakan bukti awal pencatatan yang dikeluarkan negara. Berbeda dengan sertifikat merek yang harus melalui pemeriksaan, surat pencatatan hak cipta diterbitkan secara otomatis melalui sistem Permohonan Otomatis Pencatatan Hak Cipta (POP HC).

“Apabila ada pihak yang merasa bahwa karyanya telah dicatatkan orang lain di DJKI tanpa izin pemilik karya, maka pihak tersebut tetap bisa mengajukan tuntutan dengan berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki. Surat pencatatan tersebut bisa digugurkan apabila terbukti pemohon bukan pemilik karya,” imbuhnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah diatur ketentuan terkait penggunaan karya cipta milik orang lain serta jerat hukum yang mengancam pelanggar hak cipta. Sebagai delik aduan, pelaporan pelanggaran hak cipta hanya bisa dilakukan oleh pemilik karya.

“Namun, berdasarkan UU Hak Cipta ketentuan pada Pasal 95 Ayat 4, pencipta atau pemegang hak cipta harus terlebih dulu menempuh mediasi. Sebelum mediasi dilakukan, dapat diawali dengan mengirimkan somasi, peringatan, atau pertemuan kedua belah pihak,” lanjutnya.

Oleh sebab itu, Rio menggarisbawahi pentingnya pencatatan hak cipta baik secara pribadi maupun melalui DJKI. Pelindungan karya cipta tidak hanya untuk menghindarkan karya dari sengketa kepemilikan dan hak tetapi juga penting dalam merangsang pertumbuhan karya-karya baru yang otentik dari setiap kreator.

Baca Juga: Melindungi Karya dari Plagiarisme dengan Pahami UU Hak Cipta

Sebagai informasi, pencatatan melalui POP HC dapat dilakukan melalui hakcipta.dgip.go.id. Informasi lebih lanjut mengenai hak cipta dapat dipelajari di dgip.go.id.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: