Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Laporan Accenture: Identitas Digital Jadi Pusat dan Katalisator Dunia Fisik dan Digital

Laporan Accenture: Identitas Digital Jadi Pusat dan Katalisator Dunia Fisik dan Digital Kredit Foto: Nadia Khadijah Putri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan layanan konsultasi profesional, Accenture merilis laporan Accenture Technology Vision 2023 bertajuk When Atoms Meet Bits: The Foundation of Our New Reality. Salah satu hasilnya, tren identitas digital dianggap menjadi penting. Bagaimana detailnya?

Secara umum, laporan tersebut menyebutkan terdapat empat tren kunci teknologi seperti identitas digital, transparansi data, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) secara generatif (generative AI), serta timbal balik sains dan teknologi.

Technology Lead Accenture Indonesia, Retno Kusumawati menjelaskan, tren identitas digital menjadi penting karena akan menjadi pusat dan katalisator dunia fisik dan digital secara bersimpangan. 

Baca Juga: Agar AI di Indonesia Bisa Berkembang, Ahli: Industri hingga Pemerintah Harus Terlibat

“ID untuk setiap orang dan semua hal, ini penting karena akan menjadi core (pusat) dan untuk katalisator dunia fisik dan digital secara bersimpangan,” bukanya saat memaparkan soal tren identitas digital di acara peluncuran Accenture Technology Vision 2023 di Jakarta pada Kamis (13/7/2023).

Retno melanjutkan dengan mengambil contoh kasus Metaverse yang tetap membutuhkan identitas digital dari orang yang riil. Menurutnya, otentifikasi pengguna penting untuk memastikan bahwa pengguna Metaverse adalah benar-benar manusia.

“Kalau otentifikasi dari setiap orang itu tidak benar, bagaimana bisa tahu apakah ia orang yang nyata atau bukan?” tanyanya kritis.

Retno menambahkan, otentifikasi dan verifikasi identitas digital bukan lagi masalah teknis saja, melainkan hal strategis yang harus dipertimbangkan serius oleh perusahaan.

Di Indonesia, Retno menjelaskan hasil survei Accenture tersebut bahwa 98% para eksekutif setuju hal tersebut bukan lagi masalah teknis, dan menjadi strategi bisnis agar lebih maju. Ia pun mengambil contoh Singpass, sebagai identitas digital untuk otentifikasi pengguna yang berbasis di Singapura. 

“Singpass itu mewakili personal seorang residen Singapura. Jadi, penduduk memiliki ID yang memiliki satu pass dan ID untuk mengotentifikasi tiap kali mereka melakukan transaksi layanan pemerintah. Misalnya membeli rumah. Nah, itu butuh waktu,” paparnya. 

Lantas, bagaimana tantangannya di Indonesia? Retno mengatakan bahwa tantangan yang pertama adalah berupa pelacakan data yang membutuhkan sistem yang melibatkan kerja sama antarperusahaan, sehingga pelacakan tersebut lebih mulus (seamless) dan berdampak pada keterlibatan pelanggan. Sebanyak 89% para eksekutif di Indonesia mengamini masalah tersebut.

Tantangan kedua adalah standardisasi identitas digital. Retno menyebutkan identitas-identitas yang berlaku di Indonesia seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

“Bagaimana caranya nanti itu semua akan menjadi seamless dan cuma satu identitas yang mewakili satu orang?” pancing Retno.

Baca Juga: Desentralisasikan Industri Hiburan dengan Web3, Seniman Bisa Ubah Karya Jadi Aset Digital

Tantangan ketiga adalah soal otentifikasi identitas pelanggan. Dalam pemaparan Retno, sebanyak 89% para eksekutif di Indonesia menyetujui bahwa masalah otentifikasi identitas pelanggan berdampak negatif terhadap laba bersih (bottom line) perusahaan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: