Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rugi Austindo Nusantara Jaya Susut Akhirnya Tersisa US$63,9 Juta, Apa Faktor Pendorongnya?

Rugi Austindo Nusantara Jaya Susut Akhirnya Tersisa US$63,9 Juta, Apa Faktor Pendorongnya? Kredit Foto: Austindo Nusantara Jaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pada paruh pertama tahun 2023, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) berhasil mengurangi rugi bersih hingga 72,4% menjadi US$1,1 juta. Hal tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan kuartalan sebesar 25,6% menjadi US$63,9 juta yang disebabkan oleh melonjaknya angka penjualan CPO, PK, dan PKO produksi perusahaan. 

Direktur Keuangan Austindo Nusantara Jaya, Nopri Pitoy, mengatakan bahwa kinerja operasional dan keuangan perusahaan yang dipimpinnya mulai membaik karena produksi Tandan Buah Segar (TBS) mulai meningkat secara signifikan. Ia menambahkan, produksi ini sejalan dengan strategi keseimbangan usia tanaman melalui program penanaman kembali yang dijalankan perusahaan secara masif dalam beberapa tahun terakhir. 

“Kami memperkirakan bahwa tren positif produksi sejak awal tahun akan terus berlanjut dan meningkat pada paruh kedua tahun ini seraya kebun mencapai periode puncak produksi pada kuartal III dan area perkebunan yang memasuki usia matang semakin meluas,” tutur Nopri dalam keterangan pers, Jakarta, Selasa, 1 Agustus 2023.

Baca Juga: Laba BCA Capai Rp24,2 Triliun pada Semester I-2023, Sang Presdir Ungkap Faktor Pendukungnya

Sampai akhir Juni 2023, Austindo Nusantara Jaya mencatatkan peningkatan produksi TBS hingga 8,6% menjadi 414.919 mt. Melambungnya volume produksi di beberapa area perkebunan baru yang memasuki periode menghasilkan dengan produktivitas tinggi, seperti Belitung (naik 25,4% menjadi 113.949 mt) dan Sumatera Selatan (naik 56% menjadi 4.291 mt).

Tak hanya itu, sebenarnya produksi Crude Palm Oil (CPO) juga mengalami kenaikan sebesar 3,1% menjadi 134.749 mt. Namun, sayangnya harga CPO mengalami penurunan pada kuartal kedua 2023 hingga menyentuh titik terendah sejak November 2020.

Hal tersebut adalah dampak dari jumlah produksi sawit yang lebih tinggi dan penurunan harga minyak nabati lain di tengah kekhawatiran adanya resesi ekonomi global dan peningkatan produksi minyak nabati lain, seperti minyak kedelai. 

Perlu diketahui bahwa beban penyusutan dan bunga serta biaya operasional terpantau lebih tinggi di area yang baru menghasilkan (young mature) di perkebunan Papua Barat Daya dan area penanaman kembali di perkebunan Sumatera Utara I dan perkebunan Pulau Belitung. Akibatnya, perusahaan merugi US$5 juta pada periode ini.

Dengan peningkatan produksi di area-area tersebut, yang diperkirakan akan mencapai tingkat optimal dalam dua hingga tiga tahun ke depan, biaya tunai (cash cost) per ton diharapkan akan turun karena sebagian besar biaya produksi dan biaya overhead merupakan biaya tetap.

Baca Juga: Adaptasi Pascapandemi Terus Berlanjut, BTPN Syariah Raih Laba Rp752,51 Miliar pada Semester I-2023

"Kami berharap kinerja perusahaan pada sisa tahun 2023 akan terus membaik, dengan perkiraan harga CPO di rentang US$700–US$1000 per ton. Faktor yang mendorong kenaikan harga ini adalah El Nino dan peningkatan ketegangan antara Rusia dan Ukraina yang berpotensi menekan pasokan minyak nabati di pasar global," tutup Nopri. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yohanna Valerie Immanuella
Editor: Yohanna Valerie Immanuella

Advertisement

Bagikan Artikel: