Untuk diketahui, teknologi yang ada di Indonesia saat ini hanya bisa mengubah bijih nikel menjadi NPI, feronikel, dan nikel matte saja. Sementara untuk menghasilkan turunan dari ketiga produk tersebut, Indonesia masih belum memiliki teknologi yang mumpuni.
Oleh sebab itu, produk-produk hasil turunan tersebut akan kembali diserap oleh China untuk dijadikan produk turunan lagi. Sehingga, tentu saja China akan menikmati nilai tambah yang lebih tinggi lagi. Faisal menambahkan, alih-alih memberikan nilai tambah nasional, program hilirisasi ini justru mendukung industrialisasi China.
“Hilirisasi ugal-ugalan seperti yang diterapkan untuk nikel sangat sedikit meningkatkan nilai tambah nasional. Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan hilirisasi dewasa ini hampir seluruhnya dinikmati oleh China dan mendukung industrialisasi di China, bukan di Indonesia. Itu kan menurut saya kebodohan luar biasa,” sindirnya.
Yang Tidak Dilihat Pemerintah terkait Hilirisasi
Faisal juga menilai dalam kebijakan hilirisasi nikel, pemerintah kurang memperhitungkan faktor eksternal yang akan ditimbulkan, seperti kerusakan lingkungan.
“Waktu Rp1 triliun (data 2014) itu nikel yang dikeruk hanya 160.000 ton, ini pakai data geologi di Amerika Serikat, data di Indonesia hampir sama. Sekarang, tahun 2022, menjadi 1,6 juta ton. Jadi, 10 kali lipat harta karun kita yang dikeruk, merusak lingkungan, merambah hutan lindung, menciptakan polusi di laut, dan sebagainya, tidak dihitung oleh Pak Jokowi,” ungkapnya.
Selain itu, keuntungan yang diterima Indonesia dari hilirisasi nikel ini juga dinilai belum bisa dirasakan seluruh masyarakat Indonesia. Mengingat, proyek tersebut hanya terfokus di daerah Maluku dan Sulawesi Tengah saja, sehingga yang menikmati manfaat dari proyek hilirisasi ini hanya penduduk-penduduk setempat saja.
Economist CNBC Indonesia Research, Maesaroh menyarankan agar pemerintah tidak terlalu fokus ke dalam hilirisasi nikel saja, tetapi coba untuk melakukan hilirisasi di sektor lainnya, seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan sebagainya. Menurutnya, sektor-sektor tersebut akan memberikan manfaat yang lebih besar daripada hilirisasi di sektor tambang saja.
“Perlu kita ingat, kita jangan terlalu fokus ke hilirisasi nikel saja. Banyak sebenarnya hilirisasi yang perlu kita lakukan, dari pertanian, mungkin perkebunan, mungkin masalah perikanan. Terutama karena kita merupakan negara yang sebagian besar bekerjanya di pertanian dan kelautan, jadi kita harus mengembangkan sektor-sektor tersebut. Ada begitu banyak sektor yang lebih banyak menyumbang tenaga kerja dan lebih banyak dibutuhkan bantuan dari pemerintah. Akan sangat luar biasa jika hilirisasi (sektor tersebut) dilakukan. Jadi, jangan lihat nikel-nikel saja,” paparnya dilansir dari kanal YouTube CNBC Indonesia, Selasa (15/8/2023).
Baca Juga: Anak Buah Sri Mulyani Bantah Faisal Basri soal Hilirisasi Justru Untungkan China
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement