Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Proses Perpanjangan Izin dan Harga Nikel Buat Saham Vale Terus Anjlok, Kapitalisasi Pasar Menguap Hampir Rp10 Triliun

Proses Perpanjangan Izin dan Harga Nikel Buat Saham Vale Terus Anjlok, Kapitalisasi Pasar Menguap Hampir Rp10 Triliun Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) pada perdagangan Jumat (18/8/2023) amblas 75 poin atau 1,22% ke posisi Rp6,075 per lembar saham dari RpRp6,150 per lembar saham. 

Secara year to date, saham INCO telah turun 13,83% atau 975 poin dari Rp7,050 per lembar saham. Alhasil,  kapitalisasi pasar INCO pun menguap hingga sekitar Rp10 triliun, dari Rp70,54 triliun pada awal tahun menjadi Rp60,36 triliun.

Investor asing pun tercatat melakukan aksi jual pada saham INCO. Dalam sepekan terakhir, investor asing telah melepas saham INCO dengan nilai Rp311,48 miliar.

Salah satu yang menjadi katalis negatif bagi saham INCO adalah harga acuan nikel pada Juli 2923 turun menjadi S$21.376,75 per dry metric tonne (dmt), atau senilai Rp325,39 juta per dmt. Harga acuan ini menjadi yang terendah sejak September 2022 lalu.

Baca Juga: Emiten Vale Indonesia 101: Performa Perusahaan, Rasio Keuangan, hingga Aksi Korporasi

Katalis negatif lainnya adalah hingga Agustus ini, Vale Indonesia belum mendapatkan kepastian perpanjangan izin yang bernama Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Deadline untuk mendapatkan IUPK adalah akhir tahun ini, dan izin Vale akan habis pada akhir tahun 2025.

Ekonom Senior INDEF Faisal Basri mendesak agar divestasi saham PT Vale Indonesia segera dilakukan. Saat ini divestasi saham Vale ke pemerintah masih belum menemui kesepakatan.

“Divestasi Vale tak mau neko-neko, ikuti saja ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang," kata Faisal dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan Forum Merah Putih untuk Divestasi Saham Vale, dikutip Selasa (15/6/2023). 

Menurut Faisal, pemerintah mestinya tak perlu susah-susah dalam renegosiasi kontrak, karena menurut aturan, jika sebuah Kontrak Karya (KK) berakhir kontraknya, tambang itu diserahkan ke negara untuk diprioritaskan ke perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Berdasarkan dengan UU Minerba, perusahaan tambang asing seperti Vale harus melakukan divestasi saham minimal 51% untuk mendapatkan IUPK. Syarat ini merupakan mutlak dan tidak bisa ditawar lagi.

Untuk itu, Vale harus melakukan divestasi kembali setelah sebelumnya telah 2 kali melakukan divestasi. Saat ini 20% saham Vale dimiliki publik dan sebanyak 20% dimiliki oleh MIND ID.

Komisi VII DPR RI dan Pemerintah telah satu suara untuk melakukan akuisisi Vale Indonesia dan seluruh asetnya terkonsolidasi di Indonesia. Saat ini aset Vale Indonesia yang berlokasi di Sorowako, Sulawesi Selatan, masih tercatat milik Kanada.

“Komisi VII DPR mendesak Kementerian ESDM dalam proses divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk agar mendukung MIND ID untuk menjadi saham pengendali guna mendapatkan hak pengendalian operasional dan financial consolidation sebagai bentuk penguasaan negara melalui BUMN,” ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman saat membacakan kesimpulan Rapat Kerja Komisi VII DPR RI di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).

Baca Juga: Jokowi Janji Keputusan Divestasi Saham Vale Bakal Keluar Bulan Ini, Jadi Nasionalisasi?

Sementara, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan dia akan bertahan dalam proses divestasi Vale Indonesia. "Kembali yang namanya Vale harus relinquish, bukan berarti tidak suka dengan investasi luar negeri, tapi ini kan kebijakan. Freeport relinquish, pengusaha nasional juga relinquish, artinya ini sesuatu yang wajar," katanya.

Erick juga menyindir Vale Indonesia yang telah beroperasi 55 tahun di Indonesia. Dia melihat Vale baru agresif melakukan hilirisasi ketika harga nikel melambung seperti yang terjadi akhir-akhir ini.

"Kan mesti dia percaya sama Indonesia dari dulu dong hilirisasi, kenapa baru sekarang, kan itu sama. Itulah yang ditekankan kepada Freeport juga kemarin, salah satu perpanjangannya harus ada yang namanya membangun smelter, kenapa nggak 30 tahun yang lalu," katanya.

"Artinya ya kembali ini policy dari pemerintah yang melakukan hilirisasi daripada sumber daya alam dimana menjadi industrialisasinya, posisinya begitu saya," tambahnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: