- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Emiten Vale Indonesia 101: Performa Perusahaan, Rasio Keuangan, hingga Aksi Korporasi
Beberapa waktu lalu, nama PT Vale Indonesia Tbk (INCO) tengah ramai dibicarakan oleh berbagai kalangan. Hal itu disebabkan oleh akan berakhirnya Kontrak Karya perusahaan pada tahun 2025 dan timbulnya pertanyaan perihal siapa yang akan meneruskan kontrak tersebut jika kesepakatan dengan Vale Indonesia dinyatakan berakhir.
Sebagai gambaran, selama ini, komoditas utama Vale Indonesia, yakni bijih nikel, hanya diolah di dalam negeri menjadi bentuk setengah jadi. Kemudian, produk tersebut akan diekspor ke negara tujuan untuk diolah menjadi produk industrialisasi yang tentunya menjadikan negara tujuan mendapatkan keuntungan berlipat ganda.
Selain itu, sampai saat ini, mayoritas saham perusahaan masih dimiliki asing atas nama Vale Canada Limited (VCL) sebesar 44,3% dan Sumitomo Metal Mining Co Ltd (SMM) sebesar 15%. Saham murni Indonesia melalui Holding BUMN MIND ID dikabarkan hanya 20%, sedangkan 20,7% sisanya merupakan saham publik.
Kendati demikian, terlepas dari segala pergunjingan mengenai Vale Indonesia, sebenarnya, bagaimana kondisi perusahaan tersebut termasuk kinerja keuangan dan rasio keuangannya? Baca artikel berikut ini untuk informasi selengkapnya!
Baca Juga: Pemerintah Tidak Punya Kewajiban Perpanjang Kontrak Vale
Profil Singkat Vale Indonesia
Sebelum mengganti namanya menjadi Vale Indonesia, perusahaan tersebut sebenarnya didirikan dengan nama PT International Nickel Indonesia pada 25 Juli 1968. Sejak resmi menjalankan bisnisnya, Vale Indonesia langsung terlibat kesepakatan dengan pemerintah Indonesia melalui penandatanganan Kontrak Karya (KK). Hal tersebut merupakan lisensi dan tugas dari pemerintah Indonesia bagi Vale Indonesia untuk melakukan eksplorasi, penambangan, dan pengolahan bijih nikel.
Perusahaan yang resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) per tanggal 16 Mei 1990 itu menambang nikel laterit untuk menghasilkan produk akhir berupa nikel dalam matte. Dalam setahun, rata-rata volume produksi Vale Indonesia bisa mencapai 75.000 metrik ton. Rencananya, selain memproduksi nikel di Blok Sorowako, perusahaan tersebut akan melanjutkan pembangunan pabrik di Sulawesi Tengah (Bahodopi) dan Sulawesi Tenggara (Pomalaa).
Perlu diketahui bahwa Vale Indonesia dipercaya untuk mengerjakan proyek pembangunan pabrik pengolahan di Bahodopi untuk memproses bijih saprolit dan menghasilkan feronikel yang nantinya akan dijadikan bahan utama dalam pembuatan baja nirkarat.
Tak hanya itu, perusahaan yang sudah 55 tahun menjalankan bisnisnya tersebut juga akan memproses proyek pengembangan bijih nikel limonit dengan menggunakan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) untuk menghasilkan produk yang dapat diolah menjadi bahan utama baterai mobil listrik di Pomalaa.
Baca Juga: CERI: Vale Harus Serahkan Saham 31% Lagi ke MIND ID
Performa Keuangan Vale Indonesia
Pada semester pertama tahun 2023, Vale Indonesia berhasil mendulang laba sebesar US$168,51 juta atau setara dengan Rp2,60 triliun (asumsi kurs sebesar Rp15.364 per dolar AS). Apabila dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh pada semester pertama tahun lalu, terlihat ada peningkatan sebesar 12%.
Tidak hanya laba, pendapatan usaha Vale Indonesia juga dikabarkan berhasil menembus angka US$658,96 juta pada paruh pertama 2023. Jika dikonversikan, nominal tersebut setara dengan Rp10,12 triliun dan menunjukkan kenaikan sebesar 16,6% jika dibandingkan dengan pendapatan pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Sementara itu, per Juni 2023 lalu, Vale Indonesia dilaporkan harus menggelontorkan dana sebesar US$438,49 juta atau setara dengan Rp6,73 triliun untuk membiayai beban pokok pendapatan. Perihal beban usaha, perusahaan tersebut diketahui telah mengeluarkan amunisi sebesar US$10,91 juta atau setara dengan Rp167,62 miliar.
Sebagai informasi tambahan, sepanjang enam bulan pertama tahun 2023, kepemilikan aset Vale Indonesia dinyatakan berada di angka US$2,80 miliar atau setara dengan Rp43,15 triliun. Adapun liabilitas dan ekuitas perusahaan masing-masing berada di angka US$345,84 juta dan US$2,46 miliar.
Baca Juga: Bila Tak Perpanjang Kontrak Vale, Pemerintah Bisa Alihkan Tugas ke Antam
Rasio Keuangan Vale Indonesia
Mengacu pada laporan keuangan semester kedua tahun 2023, dilaporkan bahwa Gross Profit Margin (GPM) Vale Indonesia berada di level 33,49%. Meskipun tidak begitu tinggi, persentase tersebut masih tergolong aman mengingat GPM rata-rata industri berada di angka 30%.
Sementara itu, Net Profit Margin (NPM) perusahaan pengelola nikel itu juga menunjukkan performa yang terbilang memuaskan karena persentasenya mampu mencapai 25,69%. Tak hanya itu, besaran Return on Asset (ROA) Vale Indonesia ikut melambung ke level 23,45% pada paruh pertama tahun 2023.
Rasio keuangan lain yang akan dipakai untuk melihat performa Vale Indonesia adalah Debt to Equity Ratio (DER) dan Current Ratio (CR). Setelah dihitung, diketahui bahwa DER perusahaan berada di level 14,05% yang termasuk kategori bagus; sedangkan CR Vale Indonesia berada di posisi 528,98% yang termasuk kategori terlalu tinggi sehingga perusahaan tetap perlu memaksimalkan pengelolaan keuangan.
Dengan demikian, secara garis besar, sepanjang enam bulan pertama tahun 2023, rasio keuangan Vale Indonesia berhasil menunjukkan performa yang sehat.
Baca Juga: Jokowi Janji Keputusan Divestasi Saham Vale Bakal Keluar Bulan Ini, Jadi Nasionalisasi?
Profil Manajemen Vale Indonesia
Sejak tahun 2021, Vale Indonesia berada di bawah kepemimpinan Febriany Eddy sebagai presiden direktur. Sebelum menduduki posisinya yang sekarang, perempuan lulusan Universitas Indonesia dan National University of Singapore itu pernah menjabat sebagai Business Planning and Performance Manager, Vale Base Metals Asia Pacific & Africa. Berkat pengalamannya itu, ia dipercaya untuk menjadi pimpinan tertinggi di perusahaan.
Dalam menjalankan tugasnya, Febriany dibantu oleh Wakil Presiden Direktur Vale Indonesia, yakni Adriansyah Chaniago. Selain itu, ada pula pendamping lainnya yang terdiri atas Bernardus Irmanto, Vinicius Mendes Ferreira, Abu Ashar, dan R. Matthew Cherevaty yang diberikan kepercayaan sebagai direktur.
Selain jajaran direksi, Vale Indonesia tentunya diperlengkapi dengan dewan komisaris yang bertugas untuk mengawasi pengelolaan perusahaan dan memastikan bahwa perusahaan telah menerapkan Good Corporate Governance (GCG) secara berkelanjutan. Pada periode ini, posisi Presiden Komisaris Vale Indonesia dijabat oleh Deshnee Naidoo, sosok yang sebelumnya pernah mengemban tugas sebagai Chief Executive Officer Vale Base Metals.
Deshnee ditemani oleh beberapa rekan kerja lain yang mempunyai kualitas kerja mumpuni. Rekan kerja yang dimaksud adalah Muhammad Rachmat Kaimuddin selaku wakil presiden komisaris; Gustavo Garavaglia, Fabio Ferraz, Yusuke Niwa, M. Jasman Panjaitan, dan Farrah Carrim sebagai komisaris; serta Raden Sukhyar, Rudiantara, dan Dwia Aries Tina Pulubuhu selaku komisaris independen.
Baca Juga: Pengambil Alihan Vale Indonesia Oleh BUMN Didukung Banyak Pihak
Aksi Korporasi Vale Indonesia
Salah satu aksi korporasi yang dieksekusi oleh Vale Indonesia baru-baru ini adalah pembagian dividen. Berdasarkan keterbukaan informasi yang dirilis beberapa waktu lalu, diketahui bahwa perusahaan tersebut menyediakan amunisi sebesar US$60,12 juta atau setara dengan Rp923,68 miliar. Para pemegang saham yang sesuai dengan ketentuan sudah menerima pembagian dividen sejak 31 Mei 2023 lalu.
Di tahun yang sama, Vale Indonesia mengadakan kesepakatan definitif dengan Ford untuk bergabung dalam Indonesia Growth Project (IGP) Pomalaa. Kesepakatan tersebut bahkan disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan perwakilan dari Kabinet Indonesia Maju.
Setahun sebelumnya, yakni tahun 2022, Vale Indonesia juga menandatangani perjanjian kerja sama yang melibatkan Huayou untuk pengembangan fasilitas pengolahan bijih limonit berteknologi HPAL.
Baca Juga: Potensi Bullish, Investor Saham Nantikan MIND ID Jadi Pengendali Vale
Selain itu, pada tahun 2020 lalu, PT Vale (Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd.) dikabarkan telah menambahkan porsi divestasi sebanyak 20% kepada pihak Indonesia (MIND ID yang terdiri atas PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Inalum (Persero), dan PT Timah Tbk). Aksi tersebut dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban Kontrak Karya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yohanna Valerie Immanuella
Editor: Yohanna Valerie Immanuella
Tag Terkait:
Advertisement