Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Akar Penyebab Polusi Udara di Jakarta
Di dalam rapat dadakan yang diadakan guna membahas polusi udara di Jabodetabek yang kian memburuk tersebut, Jokowi menilai bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan polusi udara di daerah tersebut meningkat. Musim kemarau yang panjang pun menjadi salah satu alasan di balik buruknya udara di Jakarta.
Kemudian, ia mengatakan penyebab lainnya adalah pembuangan emisi dari transportasi dan aktivitas industri. “Terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur," ungkap Jokowi.
Selanjutnya, dalam rapat yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH) Siti Nurbaya Bakar menyebutkan penyebab utama kasus pencemaran udara di wilayah Jakarta adalah kendaraan bermotor. Ia menuturkan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.
Rata-rata pertumbuhan kendaraan bermotor per tahun sebesar 5,7 persen atau setara 1,2 juta unit dan sepeda motor 6,38 persen atau setara 1,04 juta unit. Data 2022 mencatat ada 24,5 juta kendaraan bermotor di Jakarta, dan mayoritas di antaranya adalah sepeda motor dengan komposisi mencapai 78 persen.
“Dalam catatan kami ada 24,5 juta kendaraan bermotor pada tahun 2022," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, sepeda motor menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi bensin, mobil pribadi solar, mobil penumpang, dan bus. Akibatnya, tak heran udara di Jakarta kian tercemar.
Co-Founder NAFAS Indonesia, Piotr Jakubowski menjelaskan faktor lainnya di balik tercemarnya udara di Jakarta adalah dampak dari atmosfer dan meteorologi. Saat ini Indonesia sedang memasuki musim kemarau yang menyebabkan atmosfer di Indonesia cenderung stabil. Jika stabil, maka polusi-polusi bisa menumpuk, sehingga membuat konsentrasi polutan PM2,5 meningkat.
“Ada dampak dari atmosfer dan meteorologi. Jadi, kalau kita lihat dari sisi musim yang sekarang, kita masuk musim kemarau, Di musim kemarau, karena anginnya lebih rendah daripada musim hujan, atmosfernya jadi lebih stabil. Kalau lebih stabil, polusi PM2,5 bisa numpuk. Kalau numpuk, bisa konsentrasinya tinggi dan itu tidak sehat untuk dihirup masyarakat,” ujarnya dikutip dari kanal YouTube CNBC Indonesia, Jumat (18/8/2023).
Tidak hanya itu, penelitian yang dilakukan oleh CREA menunjukkan bahwa kontributor utama meningkatnya pencemaran udara di Jakarta berasal dari sektor energi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Penelitian tersebut mencatat setidaknya ada 16 PLTU di wilayah yang berbatasan dengan Jakarta, 10 di antaranya berada di Banten dan enam lainnya di Jawa Barat.
“Dengan menggunakan model HYSPLIT atau model komputer untuk menghitung trayektori dan penyebaran polutan, CREA menemukan selama musim hujan (November sampai Mei) angin dari arah timur laut dan tenggara membawa emisi dari sumber di Sumatera Selatan, Banten, dan Jawa Barat ke Jakarta. Sementara pada musim kemarau (Juni hingga Oktober) lintasan angin dari Jawa Barat membawa sumber emisi ke wilayah timur dan tenggara Jakarta,” ungkap penelitian tersebut.
Kepala Divisi Pengendali Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah juga menjelaskan bagaimana keberadaan PLTU turut berkontribusi terhadap polusi udara Jakarta karena kondisi meteorologis dan geografis.
"Kualitas udara di suatu daerah itu selain dipengaruhi oleh jumlah sumber pencemar udara, juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologis dan geografis," ucap Fajri dikutip dari Kompas.com, Jumat (18/8/2023).
Dalam hal ini, kondisi meteorologis dan geografis yang dimaksud adalah arah angin, kecepatan angin, tinggi dataran, kelembaban, dan seterusnya.
Sudah Tepatkah Langkah Pemerintah Selesaikan Masalah Polusi di Jakarta?
Merespons masalah peningkatan pencemaran udara di Jakarta, Jokowi lantas memberikan beberapa instruksi. Ia meminta untuk dilakukan intervensi yang bisa meningkatkan kualitas udara di daerah Jabodetabek agar lebih baik. Intervensi tersebut bisa dengan cara pengadaan rekayasa hujan dan pembuatan ruang terbuka hijau.
"Kemudian juga rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi, khususnya di Jabodetabek," tegasnya.
"Kemudian memperbanyak ruang terbuka hijau dan tentu saja ini memerlukan anggaran, siapkan anggaran," imbuh Jokowi.
Ia juga mendorong perkantoran untuk menerapkan hybrid working, seperti yang pernah diterapkan pada masa Pandemi Covid-19, di mana ada sebagian karyawan yang work from office (WFO), dan sebagian lainnya work from home (WFH).
"Work from home mungkin saya enggak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini apakah 7-5 2-5 atau angka yang lain," tutur Jokowi.
Merespons instruksi Jokowi, Gilbert WS Simanjuntak, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, menilai pengadaan rekayasa hujan dan pembuatan ruang terbuka hijau saja tidak cukup untuk mengatasi masalah polusi di Jakarta.
Ia menilai, melihat data yang menunjukkan bahwa mayoritas penyebab polusi udara di Jakarta adalah kendaraan bermotor, maka yang harus dilakukan adalah mengurangi kendaraan bermotor di Indonesia.
“Penyebab utamanya kalau kita lihat adalah kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor ini kalau tidak dikurangi jumlahnya, tidak akan terselesaikan. Kalau dibikin hujan buatan, itu hanya temporer,” ujarnya dilansir dari kanal YouTube CNBC Indonesia.
Dengan melihat jumlah kendaraan bermotor di Indonesia yang kian tahun semakin meningkat, Gilbert menyayangkan saat ini pemerintah masih belum melakukan sosialisasi untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor.
Ia melihat, justru pemerintah seolah bangga dengan peningkatan penjualan kendaraan bermotor di Indonesia, dengan memberikan intensif berupa diskon dan juga pemberian pajak yang murah.
Baca Juga: Atasi Polusi Jakarta, Wapres: Gunakan Kendaraan Umum dan Kendaraan Listrik
“Sekarang ini melihat data yang ada, jumlah penjualan kendaraan bermotor kan terus meningkat. Jadi, tahun depan kita akan menghadapi persoalan yang sama. Saya kira kita mesti duduk sama-sama menyelesaikan ini. Saya tidak melihat ada satu pun propaganda atau sosialisasi (dari pemerintah) untuk mengurangi jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor. Justru yang ada adalah pameran untuk menaikkan kendaraan bermotor. Malah bangga gitu, malah dikasih semacam diskon, pemberian pajak yang murah, segala macam,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Advertisement