- Home
- /
- News
- /
- Megapolitan
Dari Transportasi hingga PLTU, Ini Penyumbang Utama Polusi Udara di Jakarta
Polusi udara telah menjadi permasalahan serius yang meresahkan di Ibu Kota Indonesia, Jakarta selama bertahun-tahun. Meningkatnya polusi udara di kota metropolitan ini tidak hanya mengancam kualitas udara yang sehat, tetapi juga kesehatan dan kualitas hidup penduduknya.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengungkapkan beberapa faktor utama telah diidentifikasi sebagai penyebab utama dari polusi udara yang memprihatinkan ini.
Ahmad Safrudin mengatakan bahwa transportasi kendaraan bermotor menjadi kontributor terbesar terhadap polusi udara di Jakarta.
Baca Juga: Udara Jakarta Kian Memburuk, Direktur KPBB Ungkap Ada Manipulasi Data Polusi dari Pemerintah
“Transportasi berkontribusi sebanyak 47% dari total emisi polutan di Jakarta,” ucap Ahmad, dikutip dari kanal Youtube IESR Indonesia pada Senin (28/8/2023).
Kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan-jalan kota melepaskan gas buang yang mengandung zat-zat berbahaya, seperti karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), dan partikel-partikel kecil, seperti PM2,5.
Sektor industri turut bertanggung jawab dalam merusak kualitas udara Jakarta. Proses produksi dan pembakaran bahan bakar fosil di berbagai pabrik dan industri menghasilkan emisi gas rumah kaca dan partikel-partikel berbahaya.
“Kemudian industri itu 20%. Kegiatan industri di Jakarta juga berkontribusi urutan kedua terhadap polusi udara,” ujarnya lagi.
Tidak hanya itu, Ahmad mengatakan limbah domestik dan debu jalanan masing-masing sebagai penyumbang 11% terhadap polusi udara di Jakarta.
Selanjutnya, meskipun hanya menyumbang 5% dari total polusi udara, pembakaran sampah masih merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Praktik pembakaran sampah yang tidak teratur dan tidak terkontrol mengeluarkan emisi polutan berbahaya.
“Kondisi jalanan yang padat dan material truk sampah yang tidak tertutup dengan baik menyebabkan terbentuknya debu jalanan yang mencemari udara. Kemudian 5% dari pembakaran sampah terbuka. Sekalipun dilarang oleh Undang-undang, Perda, dan sebagainya, tapi faktanya masih terjadi dan tidak ada kesadaran di situ,” terangnya.
Menurut Ahmad, pekerjaan konstruksi bangunan gedung juga menghasilkan debu dan partikel-partikel udara lainnya yang dapat terhirup oleh penduduk sekitar. Proses konstruksi yang kurang terkelola dengan baik dapat berdampak negatif pada kualitas udara.
“Proses pembangunan gedung itu juga memiliki atau mengekspos partikel debu karena pembangunan gedung kita rata-rata tidak menggunakan layer ya, sehingga partikel debu dengan mudah tercapai ke atmosfer atau udara kita,” imbuhnya
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) juga berkontribusi pada tingkat polusi udara yang meningkat di Jakarta. Sebagian besar PLTU menggunakan bahan bakar fosil, sehingga partikel-partikel kecil dari PLTU serta emisi gas rumah kaca dapat membawa dampak buruk terhadap kualitas udara dan iklim.
“Memang ada transboundary air pollution dari PLTU dan industri di sekitar Jakarta. Kali ini musim kemarau memang kalau kita melihat angin dari arah Tenggara atau Timur yang itu adalah kawasan industri, seperti Cikarang, Bekasi, agak Selatan ada Cibinong, dan di Citeureup ada pabrik semen, yang mengekspos juga ke Jakarta, tapi itu relatif kecil sekitar 2,6%, tapi tidak boleh diabaikan,” pungkasnya.
Baca Juga: Industri Tetap Beroperasi, Kemenperin Bentuk Tim Inspeksi Kualitas Udara
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nevriza Wahyu Utami
Editor: Rosmayanti
Advertisement