Surat Bersama tersebut berisi beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh UE dalam menyusun aturan pelaksanaan UU Anti Deforestasi, diantaranya sebagai berikut:
Baca Juga: Di Depan Perwakilan ASEAN, Menlu Retno Sentil Uni Eropa Soal EUDR: Kerja Sama Harus Saling Untung!
- Lebih melibatkan negara-negara produsen komoditas dalam dialog yang substantif dan terbuka.
- Menghargai upaya-upaya yang telah dilakukan negara-negara produsen komoditas dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya melalui pembangunan berkelanjutan di tengah tantangan keterbatasan akses pendanaan, teknologi, dan bantuan pelatihan teknis.
- Mencegah dampak negatif UU Anti Deforestasi melalui penerapan panduan pelaksanaan yang menghargai praktek-praktek berkelanjutan (sustainable practices) yang telah ada pada rantai pasok pertanian di negara-negara produsen komoditas.
- Menghindari disrupsi perdagangan dan beban admisnistrasi yang berlebihan terkait dengan persyaratan geolokasi dan keterlacakan, sertifikasi, dan prosedur kepabeanan.
Negara-negara penandatangan surat bersama juga menyampaikan bahwa pendekatan “one-size-fits-all” yang diterapkan EU pada model uji tuntas dan keterlacakan akan membebani negara pengekspor dan pengimpor dan akan mempunyai dampak negatif, seperti: peningkatan kemiskinan, pengalihan sumber daya, dan menghambat pencapaian SDGs.
Baca Juga: Tindak Lanjuti Kisruh UU EUDR, Indonesia-Malaysia dan Uni Eropa Bentuk Gugus Tugas
Sebagai catatan, Indonesia, Malaysia, dan UE telah membentuk Joint Task Force on EUDR sebagai tindak lanjut Misi Bersama yang dilakukan Indonesia dan Malaysia ke Brussel pada 30-31 Mei 2023 dan tindak lanjut kunjungan pejabat Komisi Eropa ke Indonesia dan Malaysia pada 26-28 Juni 2023.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement