Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Krusialnya Code of Conduct Laut China Selatan, Indonesia Bisa Kendalikan China

Krusialnya Code of Conduct Laut China Selatan, Indonesia Bisa Kendalikan China Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K

Pembicara lain dalam seminar itu, Ristian Atriandi Supriyanto, mengatakan bahwa strategi China dalam konteks LCS adalah mempertahankan ambiguitas.

“Misalnya, China seolah-olah menekankan dukungan pada percepatan COC, tetapi baru saja kesepakatan percepatan COC diumumkan, China malah meningkatkan ekskalasi dengan merilis peta baru yang di dalamnya tercantum 10 garis putus putus yang mengklaim sebagian besar LCS—termasuk sebagian ZEE Indonesia di perairan Laut Natun Utara—sebagai bagian dari teritori China,” tegas Ristian.

Baca Juga: Pemulihan Ekonomi China Tak Sekuat Ekspektasi Pasar, Bagaimana Pengaruhnya terhadap Indonesia?

“Sebelumnya, armada Penjaga Pantai China juga meningkatkan ketegangan dengan melakukan perilaku yang tak bertanggung jawab kepada kapal-kapal pembawa pasukan Filipina, di sekitar Second Thomas Shoal, yang berada di wilayah ZEE Filipina, dengan menyemperotkan air secara kuat kepada kapal-kapal Filipina itu,” terang Ristian.

Meski mendukung upaya perwujudan COC yang diharapkan dapat mencegah ketegangan-ketegangan yang muncul di masa mendatang, Ristian juga khawatir bila COC yang terselesaikan justru mengakodomasi kepentingan-kepentingan China, sehingga China dapat berperilaku sewenang-wenang.

“Bila China berhasil mengikat negara-negara ASEAN melalui COC agar tidak melibatkan negara di luar kawasan, maka China dapat bertindak sewenang-wenang karena ia merupakan aktor lebih kuat dari negara-negara ASEAN,” tuturnya.

Itulah sebabnya Ristian menyatakan bahwa COC yang asal jadi harus ditolak. “COC yang terwujud tidak boleh terlalu lembek, tetapi harus bisa mengekang prilaku agresif China,” katanya.

Johanes Herlijanto, Ketua FSI yang juga dosen ilmu komunikasi Universitas Pelita Harapan, mengaminkan pernyataan Ristian di atas. Johanes mengapresiasi kesepakatan negara-negara ASEAN dan China untuk mempercepat penyelesaian COC di LCS.

Namun demikian, ia menekankan pentingnya COC yang dihasilkan untuk tetap berlandaskan UNCLOS dan mencerminkan sikap dan kepentingan negara-negara ASEAN, khususnya negara-negara yang bersinggungan dengan klaim China di LCS.

Menggemakan kembali hasil diskusi dengan Ristian, Johanes mengatakan bahwa penting bagi negara-negara ASEAN untuk memastikan agar China tidak menjadikan COC sebagai alat legitimasi bagi klaim 10 garis putus-putusnya.

“Sebaliknya, setiap negosiasi harus tetap menekankan penolakan klaim wilayah China yang ditandai oleh 10 garis putus-putus tersebut,” pungkasnya.

Menurutnya, negara-negara ASEAN juga harus menolak bila China bersikeras untuk memasukan klausul yang membatasi kebebasan negara-negara ASEAN dalam memilih partner kerja sama untuk melakukan eksploitasi ekonomi di wilayah ZEE mereka.

“ZEE negara-negara ASEAN sah menurut UNCLOS, oleh karenanya masing-masing negara berhak menentukan akan kerja sama dengan pihak mana pun, dan tidak boleh diintervensi oleh China,” tuturnya.

Baca Juga: Tak Cuma Ekosistem Halal, Wapres Ma'ruf Amin Dorong Generasi Muda Tuntut Ilmu Sampai China

Setiap pembicara dalam seminar sama sama sepakat bahwa masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab sebelum COC terwujud. Salah satunya adalah bagaimana cara penegakan hukum dan pihak mana yang berwenang melakukan penegakan hukum bila terdapat pihak yang melakukan pelanggaran terhadap COC yang sudah disepakati.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: