TIMNAS AMIN Kritik Kebijakan Hilirisasi Nikel Jokowi, Kubu Prabowo: Hilirisasi Jaga Surplus Perdagangan
Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Perwakilan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Drajad Wibowo menegaskan Capres-Cawapres mereka akan terus melanjutkan kebijakan hilirisasi khususnya nikel yang gencar dilakukan pada pemerintahan Jokowi.
Hal itu Drajad sampaikan di acara diskusi publik “Pandangan Capres/Cawapres 2024-2029 terhadap Kebijakan Industri, Hilirisasi, dan Perubahan Iklim” yang diselenggarakan Centre For Strategic And International Sudies (CSIS) Indonesia, Rabu (6/12/23).
Drajad mengungkapkan apa pun kritik yang dilontarkan soal hilirisasi, menurutnya hal tersebut menjaga surplus perdagangan.
“Apa pun kritik yang ada, kebijakan hilirisasi ikut menjaga surplus perdagangan kita. Kalau tadi mas Tom menyampaikan data tidak sesuai pasar, faktanya proyeksi 2030 kalau itu benar masih 40 persen yang masih pakai nikel based baterai. Jadi pasar masih ada,” jelasnya sebagaimana dilihat live di kanal Youtube CSIS Indonesia.
Baca Juga: Investor Asing Belum Ada di IKN, Jokowi: Masa Satu Saja Ndak Ada...
“Jadi kami di Prabowo-Gibran melihat Industrialisasi dan hilirisasi serta mitigasi perubahan iklim adalah bagian integral dari strategi Prabowo-Gibran membawa Indonesia keluar dari Middle Income Trap,” ungkapnya.
Sementara itu, Co Captain Timnas AMIN Thomas Lebong mengungkapkan kebijakan hilirisasi saat ini sangat tidak berorientasi pada pasar melainkan didorong oleh keinginan pemerintah saja. Thomas menyebut situasi demikian dengan istilah kebijakan hilirsasi Jokowi tidak ramah kenyataan pasar yang ada.
“Pemerintah kemarin melihat harga nikel bagus dan permintaan tinggi dan haranya tinggi, tapi apa yang terjadi? Sesuai prinsip dasar ekonomi, kalau harga tinggi yang terjadi substitusi,” jelasnya di acara yang sama.
“Jadi nasabah/pembeli kita tidak mau disandera dengan harga tinggi, ketersediaan yang bergantung kepada sentimen pemerintah, akhirnya mereka beralih pada bahan baku lain,” tambahnya.
Menurut Thomas pada awal kebijakan dijalankan sekitar 70 persen dari semua mobil listrik pakai nikel sebagai bahan baku baterai, tapi karena mahalnya nikel dan tidak stabilnya pemasokan karena ekspor nikel Indonesia dibuka-tutup akhirnya industri cari solusi lain. Eks Menteri Perdagangan itu menyebut bahan lain yang kini mulai dijadikan bahan baku membuat baterai sebagai substitusi dari nikel yang dihilirisasi Indoneisa adalah Lithium Ferro Phospate.
“Diperkirakan kira-kira 6-7 tahun dari sekarang baterai yang masih pakai nikel paling cuma 30 persen dikalahkan oleh formulasi bahan baku baterai lain seperti lithium Ferro Phospate dll,” ungkapnya.
Baca Juga: Yakin Anies Baswedan Bisa Menang, Co-Captain Timnas AMIN Blak-blakan Kurang Percaya Hasil Survei
Thomas tak menampik bahwa hilirisasi pertambangan seperti nikel berperan dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi hal itu tak serta merta menyelesaikan masalah mendasar lainnya seperti ketersediaan lapangan pekerjaan.
“Hemat kami perlu kebijakan pemerintah industri dan tambang yang juah lebih luas dan komprehensif daripada hanya nikel, baterai dan mobil listrik saja,” jelasnya.
“Mungkin kontribusi pada angka pertumbuhan ekonomi lumayan tapi ini tidak berujung pada lapangan pekerjaan dan penghasilan pekerja karena ini padat modal mulai dari tambangnya sampai smelternya, akhirnya sektor ini kebanyakan mengutungkan pemodal yang mendanai,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto
Advertisement