Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Aktivis Lingkungan Kemah Indonesia Sebut Mahfud MD Sudah Salah Gunakan Data dan Informasi Terkait Deforestasi

Aktivis Lingkungan Kemah Indonesia Sebut Mahfud MD Sudah Salah Gunakan Data dan Informasi Terkait Deforestasi Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejumlah Aktivis Lingkungan hidup yang tergabung dalam Komite Pemuda Menjaga Hutan Indonesia (KEMAH Indonesia), menyelenggarakan "Sikap dan Suara Aktivis Lingkungan: Bijaklah Mengolah Data & Informasi, Prof Mahfud MD Sudah Salah Gunakan Data" pada Rabu, 24 Januari 2024, bertempat di DD Coffee (Donkin Donut) Pondok Gede.

Acara tersebut merespon pernyataan dari Prof Mahfud MD dalam Debat Cawapres yang menyoroti angka deforestasi hutan yang terjadi dalam 10 tahun terakhir. Dikatakan telah terjadi deforestasi hingga 12,5 juta hektar. Luas tersebut dikatakan melebihi luas Negara Korea Selatan dan 23 kali lebih luas dari Pulau Madura.

Menurut Heru Purwoko, Koordinator Kemah Indonesia, apa yang disebutkan oleh Prof Mahfud MD tersebut jelas-jelas tidak sesuai dengan data. "Fakta sebenarnya yang ada di Kementerian. Bisa dikatakan sedang ngawur Prof Mahfud MD," sindirnya.

Kemah Indonesia menyayangkan Prof Mahmud MD tidak cek terlebih dahulu secara detail data dan informasi yang diperolehnya dari Global Forest Watch tersebut.

"Yang dikhawatirkan akan menimbulkan polemik, disinformasi di masyarakat, bahkan di luar negeri sana, karena deforestasi ini adalah isu internasional yang bisa melemahkan negara," tambah Heru.

Kemah Indonesia mempertanyakan pilihan Prof Mahfud MD, yang masih menjabat sebagai Menkopulhukam, tidak mau menggunakan data dan informasi terkait deforestasi dari Kementerian yang ada seperti dari KLHK. Ia justru menggunakan dan mengolah data informasi dari Global Forest Watch.

"Sebagai Menkopolhukam 'kan Prof Mahfud MD sering rapat dengan KLHK ataupun dengan Kementerian yang lain. Prof Mahmud MD seharusnya bisa lebih mengerti deforestasi, yang tidak bisa menghitung angkanya dijumlahkan dari tahun ke tahun. Menghitung deforestasi harus memahami metodenya," kata Heru.

Kemah Indonesia sepakat dengan apa yang dibantah Menteri LHK Siti Nurbaya atas pernyataan Mahfud MD. Menteri LHK menjelaskan deforestasi yang terbesar terjadi di tahun 2015 dengan angka 1,09 juta hektar karena El Nino besar dan kebakaran hutan yang terjadi saat itu.

Baca Juga: Survei EPI Center: PSI Bakal Datangi Senayan, Gerindra Belum Terkalahkan

Selanjutnya, angka deforestasi terus turun hampir di setiap tahun hingga tahun 2022 dengan angka 104 ribu hektar.

Menurut Aktivis Kemah Indonesia, berdasarkan data dan informasi yang ada di KLHK, kondisi penutupan lahan dan hutan Indonesia bersifat dinamis, seiring dengan kebutuhan lahan untuk pembangunan dan kegiatan lainnya.

Perubahan tutupan hutan terjadi dari waktu ke waktu, di antaranya karena konversi hutan untuk pembangunan sektor non-kehutanan, perambahan, dan kebakaran hutan maupun kegiatan rehabilitasi hutan.

Untuk mengetahui keberadaan dan luas tutupan lahan baik berhutan maupun tidak berhutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pemantauan hutan dan deforestasi setiap tahun.

Pemantauan hutan dan deforestasi ini dilakukan pada seluruh daratan Indonesia seluas 187 juta hektar, baik di dalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan, dan berdasarkan pada peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dalam program Kebijakan Satu Peta (KSP).

Pemantauan ini dilakukan menggunakan data utama citra satelit landsat yang disediakan Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (OR-PA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan diidentifikasi secara visual oleh tenaga teknis penafsir KLHK yang tersebar di seluruh Indonesia.

Hasil pemantauan hutan Indonesia tahun 2022 menunjukkan bahwa luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 96,0 juta ha atau 51,2% dari total daratan, di mana 92,0% dari total luas berhutan atau 88,3 juta ha berada di dalam kawasan hutan.

Untuk informasi, deforestasi (netto) Indonesia tahun 2022 adalah sebesar 104 ribu ha. Angka ini berasal dari angka deforestasi bruto sebesar 119,4 ribu ha dikurangi reforestasi sebesar 15,4 ribu ha. Luas deforestasi tertinggi terjadi di kelas hutan sekunder, yaitu 105,2 ribu ha, di mana 71,3% atau 75,0 ribu ha berada di dalam kawasan hutan dan sisanya seluas 30,2 ribu ha atau 28,7% berada di luar

Sebagai pembanding, hasil pemantauan hutan Indonesia tahun 2020-2021 menunjukkan bahwa deforestasi Indonesia tahun 2020-2021 adalah sebesar 113,5 ribu ha, yang berasal dari angka deforestasi bruto sebesar 139,1 ribu ha dikurangi reforestasi sebesar 25,6 ribu ha.

Dengan memperhatikan hasil pemantauan tahun 2020-2021, dapat dilihat bahwa deforestasi Indonesia tahun 2021-2022 terjadi penurunan 8,4%.

Baca Juga: Menteri LHK Bantah Data Mahfud MD Soal 12,5 Juta Hektare Hutan di Indonesia Alami Deforestasi

Cetak Sejarah Angka Deforestasi Terendah

Indonesia telah berhasil menurunkan angka deforestasi sampai titik terendah pada tahun 2021-2022 sebesar 104 ribu ha. Sementara, deforestasi Indonesia tahun 2020-2021 adalah sebesar 113,5 ribu ha.

Indonesia mulai menghitung tingkat deforestasi sejak tahun 1990. Faktanya, deforestasi tertinggi terjadi pada periode tahun 1996 sampai 2000, sebesar 3,5 juta ha per tahun, periode 2002 sampai 2014 sebesar 0,75 juta ha per tahun, dan mencapai titik terendah laju deforestasi pada tahun 2022 sebesar 104 ribu ha.

Menurut data World Resources Institute Global, deforestasi terendah dicapai di era Jokowi. Juga menurut data World Resources Institute Global, RI sebagai negara nomor satu tingkat penurunan deforestasinya di dunia sebesar 65%, yang dicapai di era pemerintahan Jokowi.

Jika dilihat tren deforestasi berdasarkan data sebelumnya, maka penurunan hutan Indonesia relatif rendah dan cenderung stabil.

Hal ini menunjukan bahwa berbagai upaya yang dilakukan Kementerian LHK akhir-akhir ini menunjukkan hasil yang signifikan antara lain Penerapan Inpres Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, dan Pengendalian Kerusakan Gambut.

Selain itu, ada juga upaya Pengendalian Perubahan Iklim, Pembatasan perubahan Alokasi Kawasan Hutan untuk sektor non kehutanan (HPK), Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH/TORA), Pengelolaan Hutan lestari, Perhutanan Sosial, serta Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Hal tersebut dilakukan seiring dengan program Indonesia FOLU netsink 2030.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: