Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Program Biodiesel B100 Perlu Perlu Terobosan Teknologi dan Regulasi

Program Biodiesel B100 Perlu Perlu Terobosan Teknologi dan Regulasi Kredit Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tim Oil Palm Business Recovery & Rescue dari ETCAS Konsultan optimis terhadap masa depan Biodiesel B100.

Disampaikan oleh anggota ETCAS, Memet Hakim, adanya program B100 karena kebutuhan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau biodiesel diproyeksikan meningkat tiga kali lipat dari 12 juta ton menjadi 36 juta ton minyak sawit.

Selain itu, kebutuhan minyak goreng dan bahan industri juga diperkirakan akan meningkat dalam kurun waktu lima tahun mendatang.

“Selain itu, ada kebutuhan untuk Bensa (bensin sawit) yang menambah kebutuhan minyak sawit sebesar 42 juta ton, dari 50 juta ton menjadi 92 juta ton,” ucap Memet dalam keterangan yang diterima Warta Ekonomi, Selasa (2/7/2024). 

Guna memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut, Memet menjelaskan bahwa perlu adanya terobosan teknologi agronomi seperti Manajemen Akar dan Kanopi yang dapat meningkatkan produktivitas minyak sawit secara drastis meski bertahap. Sehingga, target 30-80% akan tercapai.

“Selain itu, kebun yang terlantar sebaiknya diserahkan kepada PTPN untuk dikelola dan diperbaiki. Seluruh land bank dan lahan berizin juga harus segera ditanami dengan target luas area mencapai 20 juta hektare dalam lima tahun ke depan,” kata dia.

Program replanting yang sedang berjalan juga diharapkan dapat meremajakan sawit yang sudah tua dan menggantinya dengan bibit unggul.

Pihaknya juga berharap agar pemerintah dan pihak terkait segera mengeluarkan peraturan menteri (Permen) atau Peraturan Pemerintah (PP) agar program tersebut bisa berjalan secara serentak. Dia berharap pemerintah bisa mengambil peran aktif sebagai pengendali utama dalam implementasi program ini. 

Baca Juga: Keberlanjutan Sawit Indonesia Tergantung dan Terkendala Regulasi

Di sisi lain, pihaknya berharap agar ada political will yang serius dari pemerintah, kemudian segera mengadakan pertemuan teknis dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun).

Usulan lainnya adalah perlunya lahan sawit sekitar 5.000 – 10.000 hektare agar dijadikan sebagai kebun percontohan. Memet mengklaim jika hal tersebut penting lantaran akan segera ada momentum pergantian kekuasaan dari presiden lama ke presiden terpilih yang baru. sehingga, penting untuk memastikan kesinambungan dalam perencanaan program tersebut.

“Program B100 dan Bensa ini merupakan jawaban atas upaya negara Barat yang ingin mendikte Indonesia dan Malaysia dalam industi kelapa sawit. Selain perang dagang, ada nuansa politis yang kental karena program ini kembali dicanangkan oleh Prabowo selaku pemenang Pilpres 2024,” ujar Memet.

Bagaimanapun, sambungnya, urusan dalam negeri seperti tanaman sawit harus tetap menjadi kewenangan bangsa sendiri. Bukan diatur oleh negara lain, termasuk dalam masalah pengelolaan hutan.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: