Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Nurcahyadi Suparman, mengungkapkan ada lima tantangan utama suatu daerah mengalami kesulitan menyandang status mandiri. Pertama, daerah kerap mengalami hambatan dari segi level kebijakan.
Herman mengatakan bahwa selama ini Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD) yang mengatur pajak retribusi dan transfer ke daerah masih menjadi polemik. KPPOD melihat masalah besar di UU tersebut karena hanya menguntungkan daerah dengan potensi sektor jasa dan perdagangan.
Baca Juga: Pemerintah Mesti Berperan, Transfer ke Daerah Penting untuk Dongkrak Investasi Lokal
"Undang-undang ini sangat menguntungkan daerah-daerah yang punya keunggulan di sektor jasa dan perdagangan," kata dia dalam keterangan tertulis, dikutip Warta Ekonomi, Jumat (12/7/2024).
Misalnya, daerah yang diuntungkan adalah daerah pusat pariwisata seperti Bali dengan pajak-pajak yang ada di bawah kewenangan kota dan provinsi, khususnya dengan karakter jasa dan perdagangan seperti hotel, hiburan dan restoran yang tentunya sangat diuntungkan.
Daerah-daerah lain yang tidak memiliki keunggulan seperti Bali pun pada akhirnya sangat susah untuk meningkatkan kemandirian fiskal dari pajak serta retribusi daerahnya.
Adapun hambatan kedua yakni level administrasi atau proses pemungutan pajak. KPPOD mencatat banyak daerah yang memiliki potensi yang sangat besar dari pajak dan retribusi, namun karena tidak adanya data, maka sistem pemungutannya masih memakai cara manual. Hal tersebut yang membuat potensi tadi tidak bisa dioptimalkan.
Baca Juga: Hipmi Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN Jadi 12%, Ini Alasannya!
Maka dari itu, pihaknya mendorong agar pemerintah daerah (pemda) mengoptimalkan digitalisasi di segala sektor, khususnya pemungutan pajak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement