Tiga oknum hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dilaporkan ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran etik dan dan Pedoman Perilaku Hakim. Laporan itu telah teregistrasi di Komisi Yudisial dengan nomor laporan 0622/VIII/2024/P.
Adapun laporan tersebut dilayangkan perusahaan asal Singapura yang bergerak di bidang konstruksi, BUT Qingjian International (South Pacific) Group Development Co., Pte Ltd, (CNQC) dan PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (NKE), perusahaan konstruksi swasta terbesar di Indonesia.
Laporan itu adalah buntut dari penanganan perkara Nomor 617/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst yang diajukan PT Pollux Aditama Kencana, anak usaha PT Pollux Properties Indonesia Tbk.
Kuasa Hukum BUT Qingjian International (South Pacific) Group Development Co., Pte Ltd, (CNQC) dan PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk, M Mahfuz Abdullah mengatakan, ketiga hakim PN Jakarta pusat yang menangani perkara tersebut dirasa tak profesional yang hanya merugikan kedua perusahaan raksasa tersebut.
“Hari ini kami melaporkan tiga oknum hakim, yaitu hakim ZA, hakim DNF dan hakim HP,” kata Mahfuz ketika ditemui di gedung Komisi Yudisial, di Kawasan Salemba, Jakarta Pusat Senin (19/8/2024).
Mahfuz Abdullah menjelakan, perkara Nomor 617/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst yang ditangani ketiga hakim itu adalah perselisihan mengenai kontrak antara Penggugat yaitu PT. Pollux Aditama Kencana selaku Pemilik Proyek Chadstone di Cikarang dengan CNQC dan NKE sebagai Para Tergugat selaku kontraktor atas pekerjaan (Kontraktor Struktur, Arsitektur dan Plumbing (SAP) Proyek Pembangunan Chadstone (Mixed-Use Building) di Cikarang.
Perkara ini oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia telah diputus lewat Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor:45041/V/ARB-BANI/2022, di mana dalam putusan tersebut PT Pollux Aditama Kencana dihukum untuk membayar sisa tagihan sebesar Rp126,5 miliar.
Pihak terhukum telah melakukan upaya hukum pembatalan putusan arbitrase pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tetapi ditolak. Penolakan Permohonan Pembatalan Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) itu dibuktikan dengan Putusan Nomor:450/Pdt.Sus-Arbt/2023/PN.Jkt.Sel.
Mereka kemudian mengajukannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan diterima serta dikabulkan, penerimaan upaya hukum yang dilakukan PT Pollux Aditama Kencana kemudian di soal PT BUT Qingjian International (South Pacific) Group Development Co., Pte Ltd, (CNQC) dan PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk dengan melaporkan ketiga hakim PN Jakarta Pusat ke Komisi Yudisial.
Baca Juga: Ini Dasar Hukum yang Dipakai Kemenkumham Bebaskan Jessica Wongso
Menurut Pria yang dikenal sebagai “tangan kanan” Jenderal TNI AM Hendropriyono ini, PT Pollux Aditama Kencana sebenarnya mengetahui bahwa secara hukum sudah tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan atas kedua putusan tersebut karena sudah inkracht dan memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Dalam gugatannya Penggugat meminta kepada Terlapor (majelis Hakim PN Jakarta Pusat, red) untuk memeriksa dan mengadili kembali sengketa yang sudah diperiksa dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Jadi disinilah dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim yang dilakukan oleh Terlapor terjadi pada saat proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Putusan yang dikeluarkan oleh Terlapor yaitu Putusan Nomor 617/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst yang sangat jelas terlihat berpihak kepada salah satu pihak yaitu Penggugat, yang puncaknya mengabulkan gugatan Penggugat,” terangnya.
Dipertegas mengenai pasal apa saja yang diduga dilanggar oleh ketiga oknum hakim PN Jakarta Pusat itu, Mahfuz Abdullah tak menjelaskannya secara terperinci sebab memerlukan penjelasan yang Panjang karena harus menggunakan bahasa yang lebih sederhana supaya bisa dipahami orang awam.
“Saya ingin mempermudah dengan Bahasa Masyarakat awam, di antaranya adalah oknum hakim tersebut diduga memihak kepada Penggugat sehingga menimbulkan kesan Penggugat memilik posisi yang Istimewa untuk mempengaruhi hakim. Buktinya apa? Penggugat menyatakan tidak lagi menghadirkan saksi dan ahli, tetapi diberi kesempatan menambah kesaksian lagi. Nanti di pemeriksaan, akan kami uraikan secara rinci,” ujarnya.
Selain itu, Mahfuz Abdullah juga menyebutkan bahwa terlapor diduga dengan sengaja membuat kekeliruan dalam membuat Putusan dengan mengabaikan fakta dan dengan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan Penggugat dalam mengadili Perkara Nomor 617/PDT.G/2023/PN.Jkt.Pst.
Baca Juga: PB HMI Desak Bawaslu dan Penegak Hukum Tindak Tegas Pelaku Dugaan Pencatutan KTP di Pilkada Jakarta
“Ini kekeliruan yang nyata. Antara lain, terlapor menolak kompetensi absolut PN Jakarta Selatan yang mana pemilihan forum penyelesaian sengketa sudah disepakati melalui BANI sesuai Pasal 18.2 dari Dokumen Kontrak Pembangunan Pembangunan Chadstone (Mixed-use Building); Menolak eksepsi Nebis In Idem atau Res Judicata atau Exceptie Inkracht van Weijsde Zaak yang mana putusan BANI Nomor 45041/V/ARB-BANI/2022 jelas-jelas sudah mempertimbangkan seluruh dalil-dalil dalam perkara 617/PDT.G/2023/PN.Jkt.Pst; serta melakukan pemeriksaan dan mengadili suatu perkara/sengketa yang telah diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional yaitu Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor: 45041/V/ARB-BANI/2022 yang telah dilakukan upaya hukum Pembatalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang teregister dalam Perkara Nomor: 450/Pdt.Sus-Arbt/2023/PN.Jkt.Sel,” terangnya.
Mahfuz Abdullah menegaskan bahwa perbuatan Terlapor mengakibatkan hilangnya kepastian hukum sehingga berdampak buruk terhadap dunia investasi.
“Pelapor ini adalah salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Singapura. Tentu sebagai investor besar, akan berpengaruh besar terhadap kepercayaan investor luar. Kalau banyak investor besar dari luar negeri dikerjain aparat hukum kita, maka kampanye pemerintah untuk mengundang investor asing, menjadi sia-sia,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement