Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hadapi Tantangan Ekonomi, Kebijakan Fiskal Fleksibel Dibutuhkan Industri Sawit

Hadapi Tantangan Ekonomi, Kebijakan Fiskal Fleksibel Dibutuhkan Industri Sawit Kredit Foto: SMART
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kontribusi dan sumbangsih besar industri sawit terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta perekonomian nasional, nyatanya tidak berbanding lurus dengan yang terjadi dalam industri sawit. Beberapa industri dalam negeri justru mengalami penurunan kinerja. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah terhadap industri sawit.

Atas hal tersebut, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, meminta kepada pemerintah agar bisa memberlakukan kebijakan fiskal yang fleksibel pada komoditas sawit. Pasalnya, pergerakan serta kinerja kelapa sawit masih banyak bergantung pada kondisi pasar yang dinamis.

Baca Juga: Perkuat Hulu dan Hilir Industri Sawit, BPDPKS Sebut Perlu Lembaga dan Kerja Sama Sinergis

"Saat ini, kita terbebani sekitar US$138 per metrik ton, terdiri dari pungutan ekspor, bea keluar, dan domestic market obligation (DMO). DMO itu juga jadi beban, saat ini sekitar US$20 per metrik ton," tutur Eddy dalam keterangannya, Selasa (3/9/2024).

Eddy menyarankan, sebaiknya instrument tersebut bisa dimainkan dengan melihat situasi dan kondisi dari industri hari ini. Hal ini dikarenakan industri kelapa sawit saat ini sedang berada dalam keadaan yang cukup menantang. Salah satunya disebabkan oleh produktivitas dan tingkat produksi komoditas tersebut yang cenderung stagnan.

Selain itu, Eddy menilai faktor lainnya adalah harga sawit produksi Indonesia dinilai kurang kompetititf dibandingkan dengan negara lain. bahkan, karena harga kelapa sawit yang terbilang cukup tinggi, Tiongkok kini mulai beralih ke jenis minyak nabati lain yang harganya lebih murah. Padahal, Tiongkok merupakan importir sawit terbesar dari Indonesia.

"Kadin Tiongkok itu mengatakan minyak sawit harganya jauh lebih mahal dibanding minyak dari bunga matahari sehingga terjadi pengurangan impor dari kita," ucapnya.

Baca Juga: BPDPKS Rinci Keberhasilan Hilirisasi Sawit, Dari Insentif Biodiesel Hingga Pabrik Minyak Makan Merah

Oleh sebab itu, GAPKI mendorong agar pemerintah segera menimbang kebijakan fiskal yang tepat bagi industri sawit. Pasalnya, ketika harga dan kinerja industri sawit nasional berada dalam situasi yang baik, pungutan pajak pun dinilai relevan. Akan tetapi, sebaliknya jika dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, pungutan yang berlaku justru menjadi beban tambahan bagi pelaku industri sawit itu sendiri.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: