Dalam perekonomian nasional, industri minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia memainkan peran yang cukup penting. Tercatat kontribusi sektor ini terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mencapai Rp88,7 triliun di tahun 2023.
Adapun rinciannya yakni pajak senilai Rp50,2 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pungutan ekspor sebesar Rp32,4 triliun dan bea keluar (BK) sebesar Rp6,1 triliun.
Baca Juga: Hadapi Tantangan Ekonomi, Kebijakan Fiskal Fleksibel Dibutuhkan Industri Sawit
Sementara itu nilai ekspor produk sawit serta turunannya dari sisi perdagangan pun meningkat dari yang semula US$16,8 miliar pada tahun 2015, menjadi US$23,9 miliar pada tahun 2023. Industri sawit pun menyumbang devisa sebesar Rp600 triliun pada tahun lalu dan hal tersebut menjadi yang terbesar dalam sejarah. Adapun jumlah penyerapan tenaga kerjanya pun diperkirakan mencapai 16,2 juta orang.
Menurut Analis Kebijakan Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Nursidik Istiawan, industri sawit telah memainkan peranan yang strategis bagi perekonomian nasional. Bahkan, sebanyak 58% dari produksi CPO Indonesia pada tahun 2023 telah dialokasikan untuk ekspor. Yang mana 90% di antaranya merupakan produk turunan yang sudah diolah menjadi banyak hal.
Adapun produk turunan yang diolah dari sawit itu bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan masyarakat sehari-hari. Sehingga, kondisi tersebut menjadikan industri sawit sebagai salah satu sektor yang mampu memberikan nilai tambah tinggi bagi Indonesia.
"Kelapa sawit itu men-support banyak industri. Kalau lihat dari peran strategis industri sawit, ada peningkatan nilai tambah dalam perekonomian," ujar Nursidik dalam keterangannya, dikutip Warta Ekonomi, Selasa (3/9/2024).
Baca Juga: Perkuat Hulu dan Hilir Industri Sawit, BPDPKS Sebut Perlu Lembaga dan Kerja Sama Sinergis
Nursidik berasumsi, apabila nilai Crude Palm Kernel Oil (CPKO) dan CPO sama dengan 1, maka ada nilai tambah untuk produk turunannya misalnya minyak goreng 1,3 kali; biodiesel atau FAME 1,33 kali; margarin 1,86 kali; lalu lemak cokelat 1,73 kali; fatty acid 1,88 kali; fatty alcohol sebanyak 1,60 kali; dan kosmetik 3,88 kali.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement