- Home
- /
- New Economy
- /
- CSR
Freeport dan YBLL Kolaborasi Kembangkan Ekonomi Berkelanjutan Berbasis Bambu di Papua Tengah
PT Freeport Indonesia (PTFI) bersama Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) menandatangani kerja sama pengembangan ekonomi masyarakat berbasis bambu yang inovatif dan berkelanjutan untuk masyarakat di Pesisir Timika, Papua Tengah.
Penandatanganan perjanjian kerja sama dilakukan oleh Wakil Presiden Direktur PTFI Jenpino Ngabdi dan Ketua YBLL Monica Tanuhandaru, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada Minggu (8/9).
Baca Juga: Jika Freeport Tak Perpanjang, Indonesia Justru Bingung Bayar Karyawan dan Pemeliharaan
Jenpino Ngabdi mengatakan kerjasama ini merupakan bentuk dukungan PTFI untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.
“Kerja sama ini menegaskan komitmen PTFI untuk melaksanakan kegiatan operasi pertambangan secara bertanggung jawab serta terus memberikan nilai tambah yang berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakat,” katanya.
Dalam impelementasinya, Koperasi Maria Bintang Laut (KMBL) dari Keuskupan Timika sebagai mitra PTFI akan bekerja sama dengan YBLL dalam memberikan pelatihan intensif bagi masyarakat untuk pembibitan, penanaman dan pemanenan bambu. Setelahnya akan dilakukan penanaman demo plot di Timika, hingga pendampingan dan monitoring di 3 rencana lokasi yaitu Kampung Nayaro, Tipuka, dan Ayuka, Mimika, Papua Tengah serta beberapa wilayah di Indonesia. Sejak 2006 KMBL telah menjadi mitra PTFI dalam pemberdayaan masyarakat di dataran rendah dan pesisir Kabupaten Mimika.
Kolaborasi ini bertujuan menciptakan model pengembangan ekonomi berbasis bambu yang inovatif dan berkelanjutan, mendukung pencapaian SDGs lokal, dan menjadi contoh keselarasan antara industri dan konservasi lingkungan.
Seperti yang diketahui, bambu memiliki karakteristik unik, diantaranya satu rumpun sehat dapat menyimpan 3.600 liter air dan menyerap 3,33 ton CO2 eq. Dengan sekitar 1.500 jenis penggunaan, bambu menawarkan potensi ekonomi yang besar.
Monica Tanuhandaru menjelaskan bahwa program dirancang untuk memberikan keterampilan praktis kepada masyarakat.
“Program dijalankan melalui pengembangan model percontohan budidaya bambu dengan metode Hutan Bambu Lestari yang dikembangkan oleh YBLL di Timika, dan memastikan keberlanjutan jangka panjang melalui pelatihan lanjutan untuk pemanfaatan bambu, perawatan dan pendampingan berkelanjutan,” kata Monica.
Selain mencakup pelatihan intensif dan penanaman bambu, kerja sama ini juga meliputi program pemberdayaan dan kesetaraan gender dengan fokus pada peserta perempuan dalam program pelatihan dan implementasi.
PTFI bersama Pemerintah Kabupaten Mimika dan masyarakat berupaya mempercepat restorasi ekosistem mangrove di muara Sungai Ajkwa, Mimika melalui program Estuary Structure. Salah satunya dengan metode Struktur Bambu untuk menangkap sedimentasi dari tailing atau pasir sisa tambang untuk dibentuk menjadi daratan baru yang ditanami dengan mangrove.
Struktur Bambu adalah metode menangkap dan menahan sedimen yang dibuat dengan menggunakan bambu yang disusun membentuk huruf “E” atau “T” sehingga sering disebut dengan E-Groin atau T-Groin. Estuary Structure melibatkan 18 kelompok masyarakat dari Suku Kamoro yang mendiami area dataran rendah Kabupaten Mimika. Pada akhir tahun 2022 hingga 2024 PTFI mempekerjakan 200 karyawan asli Suku Kamoro.
Baca Juga: Indonesia Sudah Balik Modal dari Akuisisi Freeport, Ini Kata Bahlil
Diharapkan program ini akan berkontribusi pada pengembangan ekonomi lokal, konservasi lingkungan, penyerapan karbon dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Laras Devi Rachmawati
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement