Kredit Foto: Antara/Muhammad Izfaldi
Proses perubahan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) direncanakan bakal rampung pada minggu ini. Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera.
Menurut Dida, pembahasan perubahan itu telah diteken oleh semua kementerian/lembaga dan hanya tinggal disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Peraturan Presiden (Perpres) saja.
“Sudah berjalan (pembahasan Perpres), mudah-mudahan dalam minggu-minggu inilah bisa, ya minggu ini atau maksimal minggu depan itu peraturan presidennya bisa diundangkan karena semua kementerian sudah sepakat. Termasuk para stakeholder juga, kita sudah melakukan konsultasi publik, semua sudah sepakat nih,” kata Dida di Nusa Dua, Bali, Kamis, (3/10/2024).
Dalam paparannya di acara Pekan Riset Sawit Indonesia (Perisai) 2024, Dida menjelaskan bahwa berdasarkan risalah Rapat Internal Presiden tentang Badan Pengelola Kakao dan Kelapa Nomor R.83/Seskab/DKK/07/2024 tanggal 10 Juli 2024 lalu, telah diputuskan beberapa hal.
“Pertama, Presiden menyetujui memberikan penugasan tambahan kepada BPDPKS untuk juga mengelola komoditas kakao dan kelapa, melalui penambahan Deputi Kakao dan Kelapa di BPDPKS. Kedua, Presiden menyetujui agar kebijakan Bea Keluar untuk komoditas kakao dan kelapa diubah menjadi pungutan ekspor dan langsung masuk ke BPDPKS,” ungkapnya.
Sementara yang ketiga adalah diadakannya program utama untuk komoditas kakao dan kelapa terkait pembangunan persemaian (nursery) dan pelaksanaan peremajaan (replanting) tanaman.
Untuk diketahui, sebelumnya komoditas karet sempat dimasukkan dalam opsi cakupan pengelolaan BPDPKS. Akan tetapi, Dida menekankan bahwa penambahan komoditas tersebut akan dilakukan secara bertahap. Pasalnya, saat ini pemerintah masih berfokus pada komoditas kakao dan kelapa lantaran menimbang urgensi pengelolaan mereka yang cukup tinggi.
Baca Juga: Tak Hanya Migor, BPDPKS Kenalkan Masyarakat Labuan Bajo Beragam Produk Turunan Sawit
“Bukan dihilangkan (komoditas karet), jadi memang arahan Bapak Presiden itu kakao dan kelapa gitu. Tapi dalam perjalanannya kita melihat nih, seperti karet, kopi dan komoditas lain juga sangat strategis nih. Nah kita melakukannya bertahap, yang pertama dulu kakao dan kelapa karena memang tingkat urgensinya juga sangat tinggi ya,” jelasnya.
Dia kemudian menjelaskan bahwa saat ini komoditas kakao masih menuai berbagai permasalahan. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), produksi kakao Indonesia selama periode 2015 – 2023 sebesar 8,3 persen per tahun.
Adapun permasalahannya saat ini yakni sebagian besar bahan baku biji kakao yang dibutuhkan Indonesia dipasok dari impor. Harga kakao dunia pun terus meningkat sehingga berpotensi menambah beban industri,
Kemenperin hingga saat ini mencatat Indonesia baru memproduksi 160 ribu ton biji kakao. Sehingga, Dida menilai jika permasalahan industri kakao terletak pada aspek hulunya.
“Kita pernah (produksi kakao) 600 ribu (ton), kapasitasnya sekarang hanya di bawah 200 ribu (ton). Jadi kesemuanya ini nanti kita dorong, tapi memang BPD ini masih fokus di hulu ya, kecuali untuk yang biodiesel nih, karena memang dari awal BPDPKS itu kan salah satu misinya untuk mengembangkan biodiesel,” tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement