Kelas menengah di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat di tengah guncangan ekonomi global. Menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah yang dulunya mencapai 57,33 juta orang atau 21,45% dari populasi pada 2019, kini menjadi 47,85 juta orang (17,13%) pada 2024. Angka ini juga menunjukkan bahwa ada sekitar 9,48 juta orang telah "turun kelas" akibat tekanan ekonomi, seperti inflasi, sulitnya mendapatkan pekerjaan, dan meningkatnya biaya hidup.
Dengan semakin sulitnya mencari pekerjaan yang layak, banyak dari mereka yang masih berada dalam golongan aspiring middle class. Artinya, mereka berada di ambang naik kelas, tetapi masih dihadapkan dengan berbagai tantangan yang menghambat laju mereka untuk naik ke kelas menengah.
Bagi kelas menengah, peningkatan keterampilan seringkali menjadi kunci untuk membuka peluang terhadap peningkatan penghasilan. Berdasarkan survei Presisi Indonesia, peserta Program Kartu Prakerja yang telah menyelesaikan pelatihan baik untuk skilling, reskilling, maupun upskilling mengalami peningkatan pendapatan sebesar Rp255.000 hingga Rp315.000 perbulan. Peningkatan ini setara dengan 17-21% dari penghasilan perbulan mereka sebelumnya.
Baca Juga: Menengok Peluang Karir Menjanjikan Industri Kelapa Sawit, Jarang Kena PHK!
Tidak hanya itu, peningkatan keterampilan juga dapat berdampak pada peningkatan status kebekerjaan maupun profesi. Data internal Prakerja menunjukkan sebanyak 26% peserta yang sebelumnya menganggur kini bekerja atau berwirausaha dalam dua bulan setelah menyelesaikan pelatihan. Selain itu, 2% dari peserta yang sebelumnya bekerja informal telah berhasil beralih menjadi pekerja formal.
Seperti kisah Tia Noviani T dari Kab. Yakuhimo, Papua Pegunungan yang mengikuti pelatihan Ms. Office dari Prakerja. Skill Tia meningkat sehingga ia dapat mempertahankan posisinya di Dinas Kesehatan Kabupaten Yahukimo dan kini bertanggung jawab untuk mendampingi perencanaan-perencanaan puskesmas.
Sejak diluncurkan, Prakerja telah menjadi jembatan penting bagi 18,9 juta peserta untuk dapat meningkatkan keterampilan melalui berbagai pelatihan.
Denni Puspa Purbasari, Direktur Eksekutif Prakerja, mencatat bahwa mayoritas peserta adalah generasi muda berusia 18-35 tahun dari kalangan Gen-Z dan Millennial.
“Mereka berasal dari berbagai latar belakang ekonomi mencakup desil 1 aspiring middle class hingga middle class,” ujar Denni Puspa Purbasari.
Program Prakerja memberikan kontribusi positif tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga telah diakui secara internasional. Salah satunya adalah perolehan Honourable Mention untuk Inovasi Pendidikan pada Wenhui Award. Selain itu, Prakerja juga meraih penghargaan “GovCyber Innovator of The Year” di ajang IndoSec Awards 2024 untuk pencapaiannya di bidang teknologi dan keamanan siber.
Prakerja juga mencatat prestasi dalam bidang inklusivitas dan keberlanjutan. Hingga September 2024, 52% peserta program beasiswa pelatihan Prakerja adalah perempuan, sementara 3% adalah penyandang disabilitas.
Presisi Indonesia merilis hasil survei yang menunjukkan bahwa Program Kartu Prakerja telah berkontribusi pada inklusi keuangan di Indonesia. Sebanyak 80% responden membuka rekening bank atau e-wallet pertama mereka setelah terpilih sebagai penerima Prakerja.
Hal ini menunjukkan program ini membuka akses ke layanan keuangan formal bagi masyarakat, khususnya mereka yang berada di kalangan aspiring middle class. Dengan akses yang lebih mudah ke rekening dan e-wallet, Prakerja mendorong peningkatan literasi dan inklusivitas keuangan sekaligus menciptakan peluang perputaran ekonomi yang lebih luas.
Seorang alumni Prakerja bernama Helmi Suardi dari Kab. Aceh Jaya, misalnya, sebelumnya merupakan fresh graduate dan belum memiliki pekerjaan. Pada masa pandemi, ia mengikuti program Prakerja serta menyapu bersih saldo pelatihan Prakerja yang dimilikinya, Helmi kemudian mengambil empat pelatihan. Keterampilan yang dimilikinya kemudian ia gunakan sebagai bekal untuk membuka usaha yang masih bertahan sampai sekarang.
Prakerja bukan hanya meningkatkan keterampilan individu, namun juga berdampak pada pembangunan ekonomi lokal. Selain Helmi, banyak alumni dari berbagai daerah bahkan daerah pelosok, yang menyambut peluang untuk membuka usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berkat pelatihan yang diterima.
Saat ini, menambah, memperkuat, serta mengembangkan keterampilan baru adalah sebuah keniscayaan untuk tetap relevan dengan tuntutan pasar kerja yang dinamis. Hal ini tidak hanya akan membantu masyarakat kelas menengah untuk mempertahankan daya saing, tetapi juga menyambut berbagai peluang untuk berkarir di bidang-bidang yang baru dan menarik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement