Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

DMSI Dorong Pengembangan KEK untuk Menarik Minat Investor Sawit

DMSI Dorong Pengembangan KEK untuk Menarik Minat Investor Sawit Kredit Foto: Austindo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menegaskan pentingnya kawasan ekonomi khusus (KEK) untuk dimaksimalkan. Tujuannya adalah menarik minat investor dalam industri sawit.

Ketua Umum DMSI, Sahat Sinaga, menjelaskan bahwa KEK adalah kebijakan strategis pemerintah untuk pengembangan pusat ekonomi, pengembangan ekonomi nasional, serta mendukung industrialisasi.

"Itulah mengapa kami merasa Dewan Sawit melihat supaya KEK perlu dimaksimalkan karena terdapat potensi investasi senilai 1.600 miliar dolar AS,” katanya dalam Seminar "Peranan Kawasan Ekonomi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Industri Hilir Sawit Bernilai Tambah Tinggi" di Jakarta, Selasa (5/11/2024).

Adapun nilai investasi yang mencapai angka fantastis tersebut menurut Sahat berasal dari berbagai produk hilir sawit seperti emulsifier, oleokimia, biolubrikan, glycol, propylene, surfaktan, katalis, dan metanol.

Hal ini juga ditunjang dengan Indonesia yang mempunyai keunggulan geografis strategis sehingga menjadikannya tempat ideal untuk mengembangkan industri sawit.

 “Jadi yang kami maksudkan dengan adanya KEK ini adalah industri yang ada di Eropa, industri yang ada di mana-mana itu bisa berpindah ke dalam negeri karena bahan bakunya ada di sini,” ucap Sahat.

Baca Juga: Efek Kelapa Sawit: Dorong Kesejahteraan Petani hingga Ekonomi Desa

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Menko II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Perekonomian RI, Dida Gardera, mengungkapkan bahwa pemerintah berkomitmen melanjutkan kebijakan KEK tersebut. Tujuannya agar dapat dioptimalkan oleh para pelaku usaha khususnya investasi hilir sawit yang bernilai tambah tinggi di bidang pangan serta energi baru terbarukan.

"KEK dapat mempercepat pertumbuhan investasi energi baru terbarukan seperti bioetanol dan bioavtur yang bernilai tambah tinggi," katanya dalam seminar yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) itu.

Di sisi lain, dirinya menyarankan agar perlunya kajian ulang agar KEK bisa mendorong hilirisasi dari sawit. Pasalnya, hal tersebut dianggap memiliki berbagai kemudahan dimulai dari fiscal, hingga perizinan untuk meningkatkan investasi hilir sawit itu sendiri.

Kemudian, Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK, Rizal Edwin Manansang, mengungkapkan bahwa ada empat dari 24 KEK yang memiliki kegiatan utama terkait pengolahan sawit. Yakni KEK Sei Mangke di Sumatera Utara, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MTBK) di Kalimantan Timur, KEK Sorong di Papua Barat Daya, dan KEK Arun Lhokseumawe di Kabupaten Aceh.

Dia menyebut, khusus KEK yang berusaha atau memiliki tema industri pengolahan sawit, saat ini sudah ada 37 pelaku usaha dengan realisasi investasi kumulatif Rp21,9 triliun dan juga menyerap tenaga kerja sebanyak 6.247 orang.

Lebih lanjut, Putu Juli Ardika selaku Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga angkat bicara perihal Visi Sawit Indonesia Emas 2045 yakni Indonesia menjadi pusat produksi dan konsumsi sehingga menjadi price setter global CPO dan turunannya. 

Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang bisa dilakukan yakni jalur pengembangan hilirisasi industri kelapa sawit nasional yaitu food and fitonutrient, fine chemical, fuel liquid, dan fiber biomassa.

Dikatakannya, pada 2030 ditargetkan akan ada 250 jenis produk hilir sawit. Hingga 2023, jumlah produk hilir sawit telah mencapai 193 jenis produk yang meningkat dari tahun 2010 sebesar 54 jenis produk.

Baca Juga: Kemenhut-BPKP Bakal Sita Kebun Sawit Illegal demi Kesejahteraan Rakyat Indonesia

Sementara itu, Arfie Thahar selaku Kepala Divisi Program Pelayanan BPDPKS menuturkan bahwa lembaganya itu mendukung pengembangan KEK yang fokus pada produk hilir sawit yang bernilai tambah tinggi.

Adapun dukungan tersebut diwujudkan oleh BPDPKS melalui program Penelitian dan Pengembangan yang mana hal tersebut dilakukan melalui penguatan, pengembangan dan peningkatan pemberdayaan perkebunan industri sawit yang saling bersinergi di sektor hulu dan hilir, demi terwujudnya industri sawit nasional yang tangguh dan berkelanjutan.

Program ini sejak dilaksanakan pada 2015 telah mendanai sebanyak 346 kontrak perjanjian kerjasama dengan 88 lembaga litbang yang melibatkan 1212 peneliti di 21 provinsi di Indonesia.

Menurut Arfie, dari tujuh bidang penelitian, terdapat 60 riset bidang bioenergi, 41 riset bidang biomaterial, 30 riset bidang pangan, 65 riset bidang lingkungan, 41 riset bidang budidaya, 19 riset bidang pasca panen dan 77 riset bidang sosial ekonomi/teknologi informasi. Sementara itu, output dari program ini antara lain telah menghasilkan 58 paten yang telah didaftarkan, 305 publikasi di jurnal internasional dan nasional, serta 7 buku yang telah dicetak.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: