- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Jadi Biang Kerok Emisi, IESR Dorong Pemerintah Tetapkan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU
"Untuk PLTU captive/off-grid yang bisa digantikan energi terbarukan mencapai 26 persen dan sisanya dapat menggunakan bahan bakar bersih sebagai solusi sementara hingga solusi jangka panjang, seperti integrasi dengan jaringan PLN, tersedia,” ungkap Deon.
IESR mendorong pemerintah untuk segera menetapkan peta jalan pengakhiran dini PLTU batubara dengan mempertimbangkan pertama, memastikan komitmen politik dan kepemimpinan kuat yang dipimpin langsung oleh presiden karena pengakhiran PLTU belum pernah diterapkan di Indonesia.
Baca Juga: Dorong Energi Bersih, Reforestasi Biomassa Jadi Kunci Kurangi Emisi PLTU
kedua, solusi yang beragam untuk memitigasi dan mendistribusi potensi dampak negatif pada berbagai aktor seperti PLN, pemilik PLTU dan pekerja. Ketiga, memperjelas kebutuhan pendanaan dan target PLTU yang memerlukan bantuan dana dari pemerintah Indonesia dan internasional terutama untuk eksekusinya. Keempat, memperkuat kolaborasi antara pemerintah, institusi keuangan, dan swasta untuk menemukan solusi inovatif.
“Penerapan peta jalan pengakhiran dini PLTU dan implementasinya di Indonesia membutuhkan panduan komitmen yang besar, bahkan kepemimpinan tertinggi yakni presiden Republik Indonesia, dapat memberikan penugasan yang jelas agar menjadi prioritas serta dasar kolaborasi antara kementerian terkait dengan aktor utama lainnya,” imbuh Deon.
Menyoal tentang pembiayaan, IESR menganalisis untuk mempercepat transisi energi diperlukan investasi sekitar USD20 - USD40 miliar per tahunnya hingga 2050. Sementara, rata-rata investasi publik untuk energi terbarukan per tahunnya di bawah USD2 miliar dalam periode 2017-2023. Pada 2022, pembiayaan energi terbarukan dari swasta terpantau meningkat di angka Rp26 triliun atau USD1,7 miliar pada 2022.
Putra Maswan, Analis Keuangan dan Ekonomi IESR menyebut bahwa pendanaan publik sangat penting untuk menarik pendanaan swasta yang masih menghadapi risiko tinggi karena transisi energi merupakan pasar baru. Selain itu, ia menambahkan bahwa IESR telah melakukan evaluasi terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 103/2023 sebagai dasar alokasi APBN untuk mendukung pengakhiran operasi PLTU lebih awal.
“Hasilnya, PMK ini dinilai ‘kuat’ dalam aspek hukum, namun berada di kategori ‘sedang’ untuk tata kelola, sumber pendanaan, serta kerangka pemantauan dan evaluasi,” jelas Putra.
Baca Juga: Pemanfaatan Biomassa untuk Co-Firing di PLTU Buka Peluang Ekonomi bagi Masyarakat
Untuk memperjelas tata kelola PMK No. 103/2023, IESR merekomendasikan empat hal. Pertama, peraturan ini harus memberikan panduan jelas terkait implikasi anggaran. Kedua, pemerintah perlu meningkatkan transparansi publik untuk Platform Transisi Energi. Ketiga, pemerintah harus memperkuat kerangka regulasi pasar. Keempat, mendukung pengembangan kapasitas kelembagaan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement