Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

GAPKI Prediksi Kenaikan Harga CPO: Tetap Level Tinggi

GAPKI Prediksi Kenaikan Harga CPO: Tetap Level Tinggi Kredit Foto: ICDX
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memprediksi bahwa harga minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) bakal terus tumbuh secara positif di tahun 2025 mendatang.

Diketahui, harga CPO telah melonjak sebesar 18,57% month to month (mtm) atau sebulan terakhir. Bahkan, harga CPO melesat 31,02% yoy dalam satu tahun terakhir ini.

Baca Juga: Sekjen CPOPC: EUDR Jadi Tantangan Industri Sawit Dunia

Menurut Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, tren kenaikan harga CPO di pasar global ini diprediksi bakal terus berlanjut setidaknya sampai kuartal I-2025 nanti.

“Kemungkinan harga CPO tetap di level yang tinggi di kisaran RM 5.000 per ton,” kata Eddy dalam keterangan yang diterima Warta Ekonomi, Jumat (15/11/2024).

Adapun peningkatan harga tersebut tidak bisa dilepaskan dari tingginya kebutuhan CPO di kala suplai komoditas tersebut yang cukup ketat. Pasalnya, kebutuhan CPO juga dibayang-bayangi oleh rencana pemerintah yang bakal menggulirkan program biodiesel B40 mulai Januari 2025 nanti.

Padahal, di satu sisi produksi CPO nasional sedang dalam tren melambat seiring dengan aktivitas agronomis sepanjang tahun 2022 dan 2023 akibat minimnya pemupukan dan faktor perubahan iklim.

Untuk diketahui, sebelumnya GAPKI sempat memproyeksikan produksi CPO dalam negeri turun sekitar 5% pada tahun 2024 ini.

Kenaikan harga CPO di atas kertas ini bisa menjadi momentum bagi para produsen sawit untuk mendongkrak kinerja keuangannya. Akan tetapi, menurut GAPKI, para produsen sebenarnya mengingingkan harga CPO yang relatif stabil.

Apabila harga CPO terus menerus melambung, maka risikonya juga cukup besar. Misalnya, harga minyak goreng di pasaran juga bisa ikut melonjak sehingga berpotensi mengerek inflasi.

Dalam konteks implementasi B40, kenaikan harga CPO tanpa terkendali juga kurang baik jika dibarengi oleh penurunan harga minyak mentah. 

Baca Juga: GAPKI: Eropa Bakal Tetap Membutuhkan Sawit

“Akibatnya, dana insentif untuk B40 jadi naik karena selisih harga CPO dan minyak mentah terlalu lebar, sehingga ujung-ujungnya bisa mengganggu insentif pendanaan untuk replanting,” tutur Eddy.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: