Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mendorong literasi pasar modal dengan memperkenalkan produk derivatif terbaru, Single Stock Futures (SSF). Produk ini diluncurkan untuk menyediakan alternatif investasi yang lebih terjangkau dan fleksibel bagi investor ritel, memungkinkan mereka untuk bertransaksi saham perusahaan besar dengan modal lebih kecil.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menegaskan bahwa pengembangan SSF adalah langkah strategis untuk menyesuaikan diri dengan tren bursa global sekaligus memenuhi kebutuhan investor domestik. "Produk ini diharapkan dapat meningkatkan likuiditas pasar dan memberi pilihan investasi yang lebih beragam, sehingga investor dapat menerapkan strategi investasi yang lebih kompleks," ungkap Jeffrey, Kamis (5/12/2024).
Baca Juga: 25 Perusahaan Antre IPO di BEI, Mayoritas Beraset Besar
Ia menuturkan jika, SSF menawarkan berbagai keunggulan. Dengan modal transaksi mulai dari 4% dari nilai saham, investor dapat bertransaksi SSF yang setara dengan nilai 1 lot saham. Ini menjadi peluang besar bagi investor ritel yang ingin memperluas portofolio tanpa memerlukan modal besar. Selain itu, SSF memungkinkan keuntungan baik saat harga saham naik maupun turun, menjadikannya instrumen yang menarik untuk diversifikasi portofolio.
"Mekanisme perdagangan SSF yang relatif mirip dengan saham, serta adanya penjaminan dari PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), membuat transaksi SSF aman dan mudah diakses oleh investor," jelas Jeffrey.
Baca Juga: BEI Luncurkan Single Stock Futures untuk Tingkatkan Pendalaman Pasar Modal Indonesia
Untuk memastikan pemahaman investor terhadap produk ini, BEI aktif menggelar program edukasi. Berbagai kegiatan, seperti Sekolah Pasar Modal (SPM) online dan roadshow sosialisasi, dilakukan di berbagai kota, termasuk Bandung, Bali, Pontianak, Surabaya, dan Palembang.
"Melalui edukasi ini, kami berharap investor dapat memanfaatkan SSF untuk mengoptimalkan keuntungan portofolio sekaligus meningkatkan likuiditas pasar," kata Jeffrey.
BEI juga mengajak Anggota Bursa (AB) yang belum menjadi AB derivatif untuk berpartisipasi dalam perdagangan produk derivatif, guna memperluas adopsi SSF di pasar modal.
Meski menawarkan peluang, pengembangan SSF juga menghadapi tantangan, terutama terkait tingkat adopsi dan literasi pasar. Jeffrey optimistis bahwa kemiripan mekanisme SSF dengan saham akan mempercepat adaptasi produk ini di kalangan investor yang sudah terbiasa berinvestasi di pasar saham.
"Dengan edukasi berkelanjutan, kami yakin SSF dapat menjadi instrumen penting dalam ekosistem pasar modal Indonesia," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement