Tahun baru akan menjadi lembaran baru serta tantangan tersendiri untuk pemerintahan dari Prabowo Subianto. Sejumlah hal terkait dengan pemerintahan akan menjadi sorotan, salah satunya adalah penyesuaian dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensa) mengatakan isu ini hangat diperbincangkan menyusul penerapannya yang akan dimulai pada tahun 2025. Ia menyoroti masyarakat memberikan kritikan terkait dengan rincian mengenai barang dan jasa yang akan dikenakan pajak ini masih belum jelas yang mana menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat dan pelaku usaha.
Baca Juga: PDIP Minta Dampak Penerapan PPN 12 Persen Perhatikan Juga Nasib Kelas Menengah
“Doa pertama kita adalah semoga tidak juga diikuti dengan penyesuaian atau kenaikan harga bahan pokok akibat kenaikan penyesuaian atau penyesuaian tarif pajak 12 persen ini, memang kalau dikatakan barang mewah ya secara harapannya, mudah-mudahan tidak menyinggung harga-harga sembako kemudian air dan lain-lain,” kata Hensa, dilansir Minggu (29/12).
Hensa berharap pemerintah akan bijak dalam mengambil kebijakan terkait dengan PPN 12 persen. Ia mengatakan salah langkah, kebijakan tersebut malah akan menjadi bumerang karena dapat membuat hidup masyarakat menjadi sulit.
“Tapi bila beberapa hal kecil seperti QRIS dan Etoll juga diterapkan pajak 12 persen maka kemungkinan ya, kemungkinan itu akan sangat berpengaruh pada harga-harga kebutuhan masyarakat lainnya,” lanjutnya.
Hensa melihat, pemerintah berupaya menahan gejolak dengan program makan bergizi gratis. Menurutnya, program ini terlihat sebagai bentuk ganti rugi atas kenaikan pajak tersebut.
“Hal ini tentunya cara Pak Prabowo yang dengan baik meniru Pak Harto (Soeharto). Kebijakan Pak Harto yaitu membuat perut rakyatnya kenyang, jadi di satu sisi 12 persen itu akan berlaku di 2025, prediksinya demikian dan kemudian juga dibarengi dengan makan bergizi gratis," ujarnya.
Namun, Hensa berpendapat, misteriusnya pembiayaan program makan bergizi gratis ini juga menimbulkan pertanyaan tersendiri di kalangan masyarakat. Apalagi, jika benar memang dibiayai oleh Tiongkok (China) seperti yang sudah dikabarkan, Hensa melihat masyarakat pun memiliki pertanyaan tentang dampak dari pembiayaan tersebut.
Baca Juga: Kenaikan PPN 12% Dianggap Ancaman Baru bagi Ekonomi Kaum Proletar
“Bila Tiongkok memberikan atau membiayai program makan siang bergizi gratis, nah masyarakat pasti bertanya apa yang didapat Tiongkok dari kita atau apa yang didapat China dari kita nah itu masih kita tunggu jawabannya,” tutur Hensa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement