Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan izin untuk 292 Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) nikel untuk tahun 2025. Namun, dari jumlah tersebut, tidak semuanya disetujui untuk berproduksi. Sebanyak 207 izin disetujui untuk berproduksi, sementara 85 lainnya disetujui tapi tidak diberikan izin untuk berproduksi.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan alasan di balik kebijakan selektif ini adalah untuk menjaga keseimbangan pasar nikel agar harga komoditas tersebut tetap stabil. "Karena kita harus menjaga keseimbangan, jangan sampai RKAB-nya diberikan lebih banyak kemudian penyerapan di industri itu tidak sesuai, nanti nikelnya dibuat dengan harga murah," ujar Bahlil, Bahlil dalam konferensi pers B40, di Jakarta, dikutip Senin (6/1/2024).
Menurut Bahlil, hukum pasar mengajarkan bahwa semakin banyak barang yang tersedia di pasar, maka harga cenderung turun. "Tapi kalau harganya anjlok kemudian kita kasih RKAB-nya banyak, (bisa) tambah anjlok lagi, mau kalian begitu?” ucapnya.
Baca Juga: Bahlil: Hilirisasi Nikel Sudah Berada di Jalur yang Benar
Adapun, total pengajuan RKAB nikel untuk tahun 2024 tercatat sebanyak 395 RKAB. Dari jumlah tersebut, 207 disetujui untuk produksi, 85 disetujui namun tidak untuk produksi, 98 ditolak, dan 5 masih dalam tahap evaluasi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengungkapkan bahwa proses persetujuan RKAB untuk tahap Operasi Produksi kini diberlakukan untuk jangka waktu tiga tahun. "Mekanisme persetujuan RKAB untuk tahap Operasi Produksi telah diberikan untuk jangka waktu selama 3 tahun," ujar Tri dalam konferensi pers pada 27 Desember 2024.
Pemerintah pun telah melakukan digitalisasi proses perizinan sektor minerba melalui platform E-RKAB. Hal ini dilakukan agar sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021, serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2023 yang mengatur tata cara penyusunan dan penyampaian RKAB.
Baca Juga: Menteri ESDM: Ada Perusahaan Minta Jatah Produksi Nikel hingga 40% dari Total Nasional
Selain itu, Kementerian ESDM juga melakukan sejumlah perbaikan, termasuk penerbitan Permen ESDM Nomor 15 Tahun 2024, yang menyempurnakan tata cara penyusunan dan persetujuan RKAB. Salah satu langkah penting yang dilakukan adalah integrasi Sistem Informasi Mineral Batubara (SIMBARA), yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, serta Bank Indonesia. SIMBARA ini berfungsi untuk mengawasi berbagai aspek dalam tata kelola mineral dan batubara, termasuk proses perizinan, penjualan, ekspor, dan pemenuhan kewajiban PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Tri Winarno menjelaskan lebih lanjut, “SIMBARA mencakup rangkaian proses tata kelola minerba dari hulu ke hilir, mulai dari single identity dari wajib pajak dan wajib bayar, proses perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, ekspor, proses clearance di pelabuhan untuk pengangkutan atau pengapalan, termasuk pemenuhan kewajiban pembayaran PNBP dan devisa hasil ekspor.”
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement