Refleksivitas, Teori yang Digunakan George Soros hingga Jadi Legenda Investor

George Soros, salah satu investor paling sukses sepanjang masa, mengakui bahwa keberhasilannya tak lepas dari teori “reflexivity” atau “refleksivitas” yang ia kembangkan sejak tahun 1950-an.
Ada banyak filsuf yang disebut sudah menjelaskan soal teori ini. Namun, George Soros yang didukung oleh ide-ide Karl Popper, menjadi salah satu tokoh penting yang mengenalkan teori ini di dunia ekonomi. Dalam buku The Poverty of Historicism, disebutkan bahwa George Soros pertama kali mengemukakannya secara publik dalam bukunya tahun 1987, The Alchemy of Finance.
Dalam teori ini, Soros menganggap bahwa persepsi investor terhadap suatu situasi dapat memengaruhi realitas situasi tersebut, yang kemudian kembali memengaruhi persepsi investor. Dengan kata lain, ada hubungan timbal balik antara persepsi dan realitas yang terus berulang.
Baca Juga: Model Hilirisasi Rajungan yang Dikembangkan KKP Sukses, Ini Dampaknya
Prinsip Dasar Teori Refleksivitas
Teori Refleksivitas yang dikemukakan George Soros tidaklah sederhana. Namun, pada dasarnya teori ini didasarkan pada dua prinsip utama:
Fallibility (Kesesatan)
Pasar keuangan digerakkan oleh manusia, dan manusia memiliki keterbatasan dalam memahami realitas. Pandangan kita sering kali dipengaruhi oleh bias kognitif dan emosi, sehingga kita cenderung membuat kesalahan dalam menilai kondisi fundamental pasar atau memprediksi apa yang akan terjadi.
Refleksivitas
Ada hubungan umpan balik antara persepsi investor dan realitas. Sebagai contoh, jika investor optimis terhadap ekonomi, mereka cenderung membeli saham, yang meningkatkan harga saham dan nilai perusahaan. Hal ini mendorong perusahaan untuk berinvestasi lebih banyak, yang pada akhirnya memperkuat optimisme investor. Proses ini menciptakan pola yang saling memperkuat dan terus berulang.
Tidak seperti fenomena alam yang berjalan terlepas dari pengamatan manusia, di pasar keuangan, keyakinan investor dapat memengaruhi dasar-dasar fundamental pasar, yang kemudian memengaruhi keyakinan mereka kembali dalam suatu lingkaran umpan balik.
Teori Soros ini menantang teori ekonomi tradisional yang beranggapan bahwa pasar selalu bergerak menuju keseimbangan, investor bersikap rasional, dan harga mencerminkan nilai fundamental dengan sempurna.
Menurut Soros, tiga hal ini berlaku:
- Pasar bersifat sangat tidak stabil.
- Investor memiliki pandangan yang bias terhadap realitas.
- Harga tidak hanya mencerminkan masa depan, tetapi juga membantu membentuknya.
Sebagai contoh, teori ini menjelaskan krisis keuangan global pada tahun 2008-2009. Ketika itu keyakinan bahwa harga rumah akan terus naik menciptakan umpan balik positif antara perilaku pasar dan realitas. Ketika keyakinan tersebut runtuh, umpan balik positif berubah menjadi negatif, sehingga memperburuk krisis keuangan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement