- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Agronomi
Indonesia Bisa Saja Jadi Raja Sawit Dunia, Tapi Terhalang Buruknya Infrastruktur dan Harga Pupuk yang Mahal

Produktivitas minyak sawit Indonesia masih jauh dari potensi maksimalnya. Meskipun teknologi agronomi, pemuliaan tanaman, hingga teknik pengolahan terus berkembang, nyatanya produksi minyak sawit nasional hanya mencapai sekitar 2,8 ton per hektare per tahun. Padahal, potensi produktivitasnya bisa mencapai 8 ton per hektare.
Senior Agronomis Kelapa Sawit sekaligus Tenaga Ahli Business Recovery & Financial Improvement serta Dewan Penasehat APIB & APP TNI, Memet Hakim, mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas adalah kurangnya pemupukan yang optimal.
"Banyak perkebunan, baik milik rakyat maupun perusahaan besar, tidak menerapkan pemupukan secara maksimal. Bahkan di beberapa BUMN Perkebunan, pemupukan sering dihentikan 3-5 tahun sebelum replanting," ujar Memet di Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Ia menjelaskan bahwa kelapa sawit termasuk tanaman hibrida yang sangat responsif terhadap pupuk. Namun, harga pupuk yang mahal serta minimnya pemahaman mengenai manfaat ekonomis pemupukan menjadi hambatan utama di lapangan.
Baca Juga: Minyak Sawit jadi Minyak Nabati Pertama di Dunia dengan Sertifikasi Berkelanjutan
"Jika dilakukan analisis ekonomi, bahkan dengan dosis 10 kg per pohon per tahun pun masih menguntungkan. Sayangnya, masih banyak yang belum menyadari pentingnya pemupukan ini," imbuhnya.
Menurut Memet, subsidi pupuk menjadi solusi utama yang harus segera diterapkan. Ia menegaskan bahwa subsidi bukanlah pemborosan, melainkan investasi yang mampu meningkatkan penerimaan negara.
"Kita bicara soal efisiensi. Dengan subsidi pupuk sebesar Rp90 triliun, pendapatan negara dari Bea Keluar, Pungutan Ekspor, dan PPN bisa mencapai Rp186 triliun. Jadi, justru ada surplus besar untuk negara," tegasnya.
Selain pemupukan, ia juga menyoroti pentingnya penerapan Production Force Management, sebuah metode yang fokus pada manajemen akar dan kanopi untuk meningkatkan daya serap hara serta kapasitas fotosintesis tanaman.
"Metode ini bisa meningkatkan produktivitas sawit hingga 30-100%, sehingga biaya pupuk bisa ditekan tanpa mengorbankan hasil panen," jelasnya.
Masalah lain yang turut menghambat produktivitas sawit nasional adalah buruknya infrastruktur jalan produksi. Banyak kebun dengan hasil panen tinggi tidak dapat mengangkut buah ke pabrik akibat akses jalan yang rusak.
Di sisi lain, koordinasi antarinstansi pemerintah dalam pengelolaan industri sawit juga dinilai masih lemah. Setidaknya delapan instansi terlibat dalam regulasi industri sawit, mulai dari Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), hingga Pertamina dan BPDPKS.
"Perlu ada badan khusus yang mengoordinasikan kebijakan industri sawit agar semua instansi bergerak dalam satu arah yang sama. Jangan sampai tumpang tindih kebijakan justru menghambat produktivitas," katanya.
Baca Juga: Indonesia Pimpin Produksi Minyak Sawit Tersertifikasi Berkelanjutan Dunia
Dengan konsumsi domestik minyak sawit yang mencapai 25 juta ton serta kebutuhan ekspor sebesar 25 juta ton, total produksi 50 juta ton saat ini dinilai belum cukup untuk memenuhi target B100 dan ekspor.
Memet menyarankan agar luas perkebunan diperluas hingga 20,5 juta hektare dengan memanfaatkan lahan berizin yang belum ditanami untuk mencapai target produksi 120 – 130 juta ton minyak sawit nasional. Jika produktivitas dapat ditingkatkan menjadi 7 ton per hektare per tahun, maka produksi minyak sawit bisa mencapai 143,5 juta ton, yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor.
Ia juga menekankan bahwa minyak sawit bisa menjadi senjata strategis nasional dalam diplomasi global dan ketahanan energi.
Baca Juga: Kompleksitas Fungsi Ekologis Kelapa Sawit
Baca Juga: Peran Sentral Kelapa Sawit Bagi Dunia
"Kita harus berhenti bergantung pada impor minyak fosil berkualitas rendah. Jika industri sawit dikelola dengan baik, Indonesia bisa menjadi pengendali pasar minyak nabati dunia dan memperkuat posisi dalam geopolitik global," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement