Simak! Ini Jurus Jitu AAUI Mempersempit Gap Literasi dan Inklusi Asuransi

Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2024 menunjukkan bahwa tingkat literasi asuransi di Indonesia cukup tinggi yakni mencapai 76,25 persen. Namun sayangnya, tingkat literasi ini berbanding terbalik dengan tingkat inklusi asuransinya. Survei yang sama mencatat bahwa tingkat inklusi asuransi di Indonesia baru mencapai 12,21 persen.
Tingkat literasi asuransi yang tinggi namun diiringi dengan tingkat inklusi yang rendah adalah fenomena yang menarik dan perlu diperhatikan dengan serius oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta pemangku kepentingan lainnya dalam industri perasuransian. Angka literasi asuransi yang tinggi menunjukkan mayoritas masyarakat sudah memiliki pemahaman dasar tentang asuransi, namun hanya 12,21 persen yang benar-benar membeli produk asuransi. Ini menggambarkan adanya gap yang tinggi antara pemahaman dan tindakan.
Ketua Departemen SDM, Literasi dan Inklusi Asuransi Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Azuarini Diah Parwati berpandangan, ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan fenomena ini, serta langkah-langkah yang perlu diambil untuk mempersempit gap tersebut. Faktor pertama adalah kurangnya kepercayaan terhadap industri asuransi. Hal ini membuat banyak masyarakat yang merasa ragu untuk membeli produk asuransi meskipun mereka memahami konsepnya. Kurangnya kepercayaan terhadap industri asuransi, seperti persepsi bahwa produk asuransi sulit dipahami, atau anggapan bahwa klaim asuransi sering kali sulit disetujui, dapat menjadi hambatan besar.
Baca Juga: AAUI Sambut Baik Rencana Standarisasi Polis dan Klaim di Industri Asuransi
"Kepercayaan adalah elemen penting dalam keputusan membeli asuransi, dan jika masyarakat merasa bahwa perusahaan asuransi tidak transparan atau tidak dapat dipercaya, mereka akan cenderung enggan untuk berpartisipasi," ujar Azuarini Diah kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Senin (10/2/2025).
Lebih lanjut, Ia juga menilai sebagian besar produk asuransi yang ada di pasar dianggap mahal oleh masyarakat, terutama produk asuransi jiwa atau kesehatan yang menyasar segmen kelas menengah ke atas. "Lalu, kurangnya pemahaman mendalam tentang manfaat asuransi. Walaupun tingkat literasi asuransi tinggi, masyarakat mungkin hanya memiliki pemahaman dasar tanpa mengetahui manfaat jangka panjang atau fitur-fitur tertentu dari produk asuransi," kata Rini, sapaan akrab Azuarini Diah Parwati.
Faktor selanjutnya adalah tantangan dalam aksesibilitas produk asuransi. Akses terhadap produk asuransi juga menjadi masalah besar, terutama di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh layanan asuransi. Jangkauan distribusi produk asuransi yang terbatas dan kurangnya pemahaman tentang platform digital juga menjadi penghalang dalam meningkatkan inklusi asuransi.
Kemudian faktor yang terakhir adalah budaya dan kebiasaan tradisional di beberapa daerah. "Budaya sosial dan ekonomi yang masih berorientasi pada gotong royong atau dukungan keluarga dalam menghadapi kesulitan hidup membuat orang merasa tidak perlu asuransi. Selain itu, ada juga anggapan bahwa asuransi bukanlah prioritas utama bagi sebagian orang, karena mereka lebih fokus pada kebutuhan konsumtif jangka pendek daripada perencanaan jangka panjang untuk menghadapai risiko masa depan," tuturnya.
Untuk itu, AAUI telah menyiapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mempersempit gap antara literasi dan inklusi asuransi di Indonesia. Pertama, meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk mengatasi masalah kepercayaan. Perusahaan asuransi dan regulator harus bekerja sama untuk meningkatkan transparansi dalam proses penjualan dan klaim asuransi.
"Hal ini bisa dilakukan dengan Menyediakan informasi yang jelas dan mudah dipahami mengenai produk asuransi, ketentuan polis, serta cara klaim; Memperbaiki reputasi industri asuransi dengan menghadirkan studi kasus positif atau testimoni dari pelanggan yang puas; dan Meningkatkan perlindungan konsumen, seperti mempercepat proses klaim dan memastikan tidak ada penyalahgunaan oleh pihak perusahaan asuransi," jelas Rini.
Lalu menawarkan produk asuransi yang terjangkau (Asuransi Mikro). Untuk menjangkau segmen yang lebih luas, khususnya kalangan masyarakat berpenghasilan rendah, perusahaan asuransi perlu lebih giat menawarkan produk asuransi mikro yang memiliki premi rendah, namun tetap memberikan perlindungan dasar yang diperlukan.
Baca Juga: OJK Terbitkan 5 Aturan Baru untuk Industri Asuransi-Dana Pensiun
Lebih jauh, Rini menyebutkan, OJK dan perusahaan asuransi perlu melakukan sosialisasi yang lebih luas dan edukasi yang berkelanjutan. "Hal ini bisa dilakukan melalui Kampanye edukasi digital yang menjelaskan manfaat asuransi dan cara memanfaatkannya; Seminar dan pelatihan yang dapat diakses oleh masyarakat, baik secara langsung maupun melalui platform online; dan Menggunakan media sosial untuk mendekatkan informasi tentang asuransi kepada generasi muda yang lebih melek teknologi," imbuhnya.
Selain itu, penggunaan teknologi dapat memainkan peran besar dalam memperluas akses dan kemudahan pembelian produk asuransi. Dengan adanya insurtech dan platform digital, masyarakat dapat membeli produk asuransi dengan mudah melalui aplikasi di ponsel mereka, tanpa perlu berinteraksi langsung dengan agen asuransi.
Kemudian langkah yang terakhir adalah pendekatan komunitas dan kolaborasi dengan pihak lain untuk memperluas inklusi asuransi, kolaborasi dengan berbagai komunitas dan pihak ketiga (misalnya, perbankan, fintech, dan organisasi sosial) sangat diperlukan. Hal ini bisa dilakukan dengan mendekati segmen pasar yang sulit dijangkau melalui agen asuransi berbasis komunitas atau kelompok kerja sama; dan meningkatkan kolaborasi dengan perusahaan fintech untuk mengintegrasikan asuransi dalam produk dan layanan digital yang lebih mudah diakses oleh masyarakat.
"Untuk mempersempit gap antara literasi asuransi yang tinggi dan inklusi asuransi yang rendah, OJK dan perusahaan asuransi harus bekerja lebih keras dalam membangun kepercayaan, menawarkan produk yang terjangkau dan relevan, serta memperluas aksesibilitas produk melalui teknologi. Dengan
pendekatan yang lebih inklusif dan edukasi yang lebih mendalam, tingkat inklusi asuransi bisa meningkat, memberikan perlindungan yang lebih luas bagi masyarakat, dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional," tutup Rini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Advertisement