Jalan Panjang Ciputra, Pernah Tidak Naik Kelas hingga Sukses Jadi Bos Properti

Tjie Tjin Hoan atau Ciputra lahir di Parigi, sebuah kota kecil di Sulawesi Tengah, sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara. Meskipun lahir di Sulawesi Tengah, ia dibesarkan dalam kondisi yang tidak mudah.
Masa kecil Ciputra penuh dengan tantangan, termasuk terlambat masuk sekolah selama empat tahun karena keterbatasan biaya dan situasi Indonesia yang sulit pada masa itu. Karena tidak ada sekolah yang memadai di Parigi, ia pun pindah ke Gorontalo untuk melanjutkan pendidikannya.
Di Gorontalo, Ciputra dibesarkan oleh bibinya yang menerapkan didikan keras dan ketat. Ia sempat mengalami kesulitan dalam belajar, bahkan tidak naik kelas karena hanya mampu berhitung dan tidak bisa berbicara bahasa Belanda. Kehidupan Ciputra semakin berat ketika ayahnya ditangkap oleh pasukan tak dikenal dan dituduh sebagai mata-mata Belanda. Sejak saat itu, ia tidak pernah bertemu lagi dengan sang ayah.
Meskipun dikenal sebagai anak yang nakal, Ciputra memiliki semangat kerja keras yang luar biasa. Setelah kepergian ayahnya, ia membantu ibunya dengan berbagai cara, seperti berkebun, berburu babi hutan, berjualan kue, dan merawat sapi milik keluarga. Ciputra akhirnya lulus SD di usia 16 tahun, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP dan SMA di Kota Manado.
Cita-citanya untuk hidup lebih baik telah terbentuk sejak dini, dan kegigihannya dalam menghadapi setiap tantangan membuatnya tumbuh dengan tekad yang kuat. Dengan tekad itu, Ciputra memutuskan untuk pergi ke Pulau Jawa guna mengadu nasib dan mencari kehidupan yang lebih baik.
Menurut Ciputra, ada tiga kunci penting dalam bisnis yang dapat mendatangkan kesuksesan: keinginan, semangat, dan keberanian mengambil risiko. Prinsip ini ia pegang teguh sepanjang perjalanan kariernya.
Setelah berhasil mencapai Jawa, Ciputra melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sejak tahun kedua kuliah, ia memutuskan untuk tidak lagi menerima uang dari ibunya dan mulai mencari penghasilan sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.
Pada tahun 1957, saat masih duduk di tingkat empat perkuliahan, Ciputra bersama dua rekannya, Ismail Sofyan dan Budi Brasali, mendirikan biro arsitek bernama PT Daya Cipta. Kesempatan besar datang ketika mereka dipercaya menangani proyek di Banda Aceh. Proyek ini menjadi titik awal yang mencerahkan bagi langkah mereka memasuki dunia bisnis properti di Indonesia.
Namun, Ciputra tidak berhenti di situ. Ia kemudian mendirikan PT Pembangunan Jaya, bekerja sama dengan pemerintah DKI Jakarta. Kolaborasi ini semakin mengukuhkan namanya di industri properti. Ciputra pun mulai memimpin kelompok usaha besar seperti Jaya Group, Metropolitan Group, Pondok Indah, Bumi Serpong Damai, dan Ciputra Development. Bisnisnya berkembang pesat, tetapi tidak tanpa tantangan.
Pada tahun 1998, perusahaan-perusahaan Ciputra hampir hancur akibat krisis moneter yang melanda Indonesia. Beruntung, kebijakan pemerintah yang memberikan diskon pelunasan hutang membantu Ciputra bangkit dari keterpurukan. Dengan sisa perusahaan yang masih bertahan, ia berhasil membangun kembali bisnisnya.
Tak kenal lelah, Ciputra Group melakukan ekspansi besar-besaran, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga ke luar negeri. Beberapa negara yang menjadi target ekspansi antara lain Shenyang dan Jiaxing di China, Hanoi di Vietnam, Kolkata di India, dan Phnom Penh di Kamboja. Langkah ini semakin memperluas pengaruh Ciputra di kancah internasional.
Atas kontribusi dan dedikasinya dalam pengembangan properti di Indonesia, Ciputra dianugerahi gelar doktor kehormatan (HC) dari Universitas Tarumanagara pada 1 Maret 2008. Gelar ini menjadi pengakuan atas semangat kewirausahaannya yang visioner dan berkelanjutan.
Salah satu impian terbesar Ciputra adalah menciptakan kawasan kota elit yang layak huni bagi masyarakat. Impian ini terwujud melalui 11 proyek perkotaan elit yang dikembangkan oleh perusahaannya, seperti Bumi Serpong Damai, Pantai Indah Kapuk, Puri Jaya, Citraraya Kota Nuansa Seni, Kota Taman Bintaro Jaya, Pondok Indah, Citra Indah, Kota Taman Metropolitan, Citra Raya Surabaya, Kota Baru Sidoarjo, dan Citra Westlake City di Vietnam.
Proyek-proyek tersebut tersebar di berbagai wilayah, termasuk Jabodetabek, Surabaya, dan bahkan hingga luar negeri.
Meskipun telah menjadi pengusaha sukses, Ciputra tak lupa daratan. Ia merupakan pribadi yang membumi dan ingin menolong lebih banyak masyarakat untuk kehidupan yang lebih layak.
Ciputra mendirikan Sekolah dan Universitas Ciputra serta terlibat dalam lebih dari 10 yayasan yang bergerak di bidang pembinaan olahraga, pendidikan, kesehatan, seni, dan budaya. Beberapa inisiatifnya termasuk pendirian Ciputra Art Gallery, Museum, dan Teater.
Namanya diabadikan dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan berbagai prestasi dan kontribusinya terhadap negeri ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement