Kisah Perseteruan Adidas dan Puma hingga Membuat Daerahnya Dijuluki 'Kota Leher Bengkok'

Adidas dan Puma adalah dua merek besar “bersaudara” sekaligus “bermusuhan” sejak awal dibangun. Bahkan, permusuhan dua merek ini sampai membuat penduduk kota terbelah menjadi dua pihak.
Sosok di balik dua merek ini adalah Dassler bersaudara, yaitu Rudolph (Rudi) yang lahir pada 1898 dan Adolph "Adi" yang lahir pada 1900. Keduanya adalah kakak beradik kandung yang berasal dari sebuah kota kecil di Bavaria, Jerman bernama Herzogenaurach.
Sebelum Dassler bersaudara memproduksi sepatu, Herzogenaurach memang dikenal sebagai wilayah dengan tradisi panjan dalam pembuatan sepatu. Ayah mereka pun merupakan seorang pekerja pabrik sepatu di sana.
Meskipun ayah Dassler bersaudara, Cristoph Dassler, adalah seorang pekerja pabrik sepatu, tetapi ia ingin kedua anaknya tidak berada di dalam industri tersebut. Pada awalnya, Cristoph Dassler berharap Adi menjadi seorang pembuat roti dan Rudi menjadi polisi.
Namun, Adi memiliki cita-cita berbeda, yaitu ingin menjadi atlet. Hal itu membuatnya melihat peluang besar dalam menciptakan sepatu olahraga yang dapat meningkatkan performa atlet.
Setelah Perang Dunia I selesai pada 1920-an, Adi memulai perjalanan dengan mendirikan tempat produksi sepatu kecil di kamar mandi ibunya. Langkah ini dibantu oleh pembuat sepatu berpengalaman, Carl Jake.
Keterbatasan bahan baku pasca perang memaksa Adi untuk berinovasi dengan menggunakan bahan daur ulang seperti kulit helm dan parasut bekas.
Dua tahun kemudian, Rudi bergabung, dan bersama-sama mereka mendirikan Gebruder Dassler Schuhfabrik. Adi fokus pada produksi, sementara Rudi mengurus pemasaran.
Baca Juga: Suksesnya Martha Handana, dari Gadis Tomboy hingga Sukses Bangun Brand Kecantikan Martha Tilaar
Pada 1925, mereka menciptakan sepatu bola berpaku dan sepatu lari, yang menjadi terobosan inovatif di masanya.
Kesuksesan besar pertama mereka datang di Olimpiade Amsterdam 1928, ketika atlet Lina Radke memenangkan medali emas dengan mengenakan sepatu buatan Dassler. Momen puncak terjadi di Olimpiade Berlin 1936, ketika pelari legendaris AS, Jesse Owens, memenangkan empat medali emas dengan sepatu mereka. Prestasi ini melambungkan nama perusahaan dan meningkatkan penjualan hingga 200.000 pasang per tahun menjelang Perang Dunia II.
Selama Perang Dunia II, keduanya menjadi anggota Partai Nazi, dan pabrik mereka dialihkan untuk memproduksi senjata anti-tank. Setidaknya sembilan pekerja paksa diketahui bekerja di pabrik tersebut.
Pasca perang, tiba-tiba terjadi perselisihan antara Adi dan Rudi. Penyebab perseteruan mereka tidak diketahui secara jelas, tetapi rumor yang beredar adalah mengenai perselingkuhan istri, kecurigaan Rudi bahwa Adi melaporkannya ke Sekutu, hingga soal Adi tidak sengaja menyinggung Rudi karena serangan bom ketika perang.
Pada 1948, mereka memutuskan untuk berpisah. Adi mendirikan Adidas, sementara Rudi mendirikan Ruda, yang kemudian berganti nama menjadi Puma. Persaingan sengit antara kedua perusahaan tidak hanya memengaruhi bisnis mereka, tetapi juga membelah Kota Herzogenaurach.
Adidas berada di utara sungai Aurach, sementara Puma di sisi selatan. Karyawan kedua perusahaan juga ikut berseteru yang kemudian diikuti oleh penduduk sekitar. Kota itu bahkan dijuluki "kota leher bengkok" karena kebiasaan warga saling menatap sepatu sebelum berinteraksi.
Keduanya meninggal pada 1970-an dan dimakamkan di ujung area pemakaman terpisah satu sama lain. Hal ini diminta oleh keduanya sebelum wafat dan jadi simbol terakhir dari persaingan Dassler bersaudara. Meskipun begitu, persaingan mulai mereda di keturunan selanjutnya. Frank Dassler, cucu Rudi, bahkan bekerja untuk Adidas sebagai penasihat hukum.
Di sisi bisnis, Adidas mengalami kemajuan lebih pesat di bawah kepemimpinan Adi. Inovasi seperti sepatu bola ringan dengan paku sekrup yang dapat diganti membantu Jerman Barat memenangkan Piala Dunia 1954.
Pada 1960-an, Adidas memperkenalkan pakaian olahraga dengan tiga garis khasnya, yang menjadi populer di masyarakat umum. Pada 1970-an, Adidas menjadi pemasok resmi bola Piala Dunia dan merambah pasar AS. Popularitas merek ini semakin melonjak pada 1980-an berkat grup rap Run DMC yang menjadikan Adidas sebagai bagian dari gaya mereka.
Namun, awal 1990-an adalah masa sulit bagi Adidas. Perusahaan hampir bangkrut hingga Robert Louis-Dreyfus mengambil alih pada 1994 dan memperbaiki strategi pemasaran. Adidas melantai di bursa pada 1995 dan terus berinovasi, termasuk bermitra dengan perancang busana Stella McCartney pada 2005 untuk menciptakan pakaian olahraga yang modis dan ramah lingkungan.
Pada 1987, Adidas dijual kepada industrialis Prancis Bernard Tapie, sementara Puma menjual 72% sahamnya kepada perusahaan Swiss Cosa Liebermann. Kini, kedua perusahaan telah menjadi raksasa global dengan kepemilikan yang tidak lagi berada di tangan keluarga Dassler.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement