
Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dalam membenahi tata kelola subsidi Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 Kg atau gas melon melalui sistem sub-pangkalan mendapat berbagai respons positif dari akademisi.
Langkah ini dinilai efektif dalam menekan kebocoran subsidi dan memperpendek rantai distribusi agar lebih efisien.
Dosen FISIP Universitas Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, menilai kebijakan sub-pangkalan merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah untuk memastikan gas bersubsidi tersedia sesuai harga eceran tertinggi (HET) bagi masyarakat. Menurutnya, langkah ini dapat menjadi solusi untuk menekan harga LPG 3 Kg yang kerap melambung akibat distribusi yang tidak terkontrol.
"Kalau sub-pangkalan dijadikan solusi, maka distribusi akan lebih dekat dan terjamin sampai ke masyarakat. Ini bisa jadi langkah strategis untuk menekan harga gas LPG 3 Kg," ujar Kristian dalam diskusi ekonomi Ikatan Wartawan Ekonomi Bisnis (IWEB) di Bandung, Kamis (20/2/2025).
Kristian juga menekankan pentingnya konsistensi pemerintah dalam menerapkan kebijakan ini. Ia mengingatkan bahwa sub-pangkalan harus menjadi solusi akhir dalam penanganan harga gas subsidi yang kerap dijual dengan harga tinggi. Selain itu, ia menggarisbawahi bahwa penunjukan sub-pangkalan LPG harus dilakukan secara transparan dan terbuka agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Baca Juga: Cek Ketersediaan, Komisi XII DPR RI Pastikan Stok LPG 3 Kg Aman
"Karena ini bernilai ekonomi, pasti akan banyak pihak yang tertarik. Jika peluang ini ingin ditutup dari kepentingan tertentu, maka penunjukan pangkalan harus terbuka untuk publik," tegas Kristian.
Senada dengan itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Bayu Kharisma, menekankan bahwa kebijakan sub-pangkalan harus diiringi dengan pembenahan tata kelola distribusi LPG 3 Kg. Ia mengingatkan bahwa pada awal pemberlakuan kebijakan ini, sejumlah masyarakat justru kesulitan mendapatkan gas melon akibat distribusi yang belum optimal.
"Pemerintah harus memastikan subsidi LPG ini benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak, bukan kalangan atas. Jika distribusinya salah, maka ada kebijakan yang perlu diperbaiki. Implementasi yang tepat sangat penting agar tujuan kebijakan ini tercapai," jelas Prof. Bayu.
Dari sudut pandang komunikasi publik, Dosen Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD), Encep Dulwahab, juga memberikan dukungannya terhadap kebijakan ini. Namun, ia menekankan pentingnya kajian mendalam sebelum kebijakan diterapkan agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Baca Juga: Bahlil Tak Bisa Asal Tambah Tugas! BPH Migas Blak-blakan Soal Rencana Pengawasan LPG 3 Kg
Menurutnya, pemerintah memiliki sumber daya manusia yang cukup untuk merancang kebijakan dengan matang dan melakukan sosialisasi yang lebih luas. Ia menyoroti perlunya peran staf khusus pemerintah dalam memberikan edukasi kepada masyarakat terkait kebijakan ini.
"Saya setuju jika pemerintah memanfaatkan staf khusus sebagai jembatan komunikasi dengan publik. Konferensi pers dan penyebaran informasi melalui berbagai platform digital perlu dimaksimalkan agar masyarakat paham kebijakan yang diterapkan," ujar Encep.
Berbagai respons positif dari akademisi, kebijakan sub-pangkalan ini diharapkan mampu menjadi solusi jangka panjang dalam mengatasi permasalahan distribusi dan harga gas LPG 3 Kg. Namun, pemerintah juga dituntut untuk memastikan implementasi yang konsisten serta sosialisasi yang menyeluruh agar kebijakan ini dapat berjalan dengan optimal di lapangan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement