Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Genjot Swasembada Pangan, Pemerintah Longgarkan Batas Lahan Penerima Pupuk Bersubsidi

Genjot Swasembada Pangan, Pemerintah Longgarkan Batas Lahan Penerima Pupuk Bersubsidi Kredit Foto: WE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian (Kementan), resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Aturan ini bertujuan untuk memperbaiki sistem distribusi, memangkas birokrasi, dan memastikan petani mendapatkan pupuk dengan lebih mudah dan tepat sasaran.

Direktur Pupuk, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Jekvy Hendra, mengungkapkan bahwa Perpres ini menyederhanakan berbagai regulasi yang sebelumnya tersebar dalam 41 Undang-Undang, 23 Peraturan Pemerintah, dan puluhan aturan lainnya.

“Inilah yang ditunggu masyarakat, penyederhanaan aturan agar pupuk bersubsidi lebih mudah diakses petani,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Baca Juga: Pupuk Bersubsidi Rawan Disalahgunakan? Pemerintah Bentuk Pokja Pengawas!

Salah satu perubahan utama dalam aturan baru ini adalah penerapan Prinsip 7T, yaitu Tepat Waktu, Jumlah, Tempat, Harga, Jenis, Mutu, serta tambahan baru, yaitu Tepat Penerima, guna memastikan pupuk diberikan kepada kelompok yang benar-benar berhak.

Selain itu, cakupan penerima subsidi diperluas. Jika sebelumnya hanya petani dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang tergabung dalam kelompok tani (Poktan) yang berhak, kini pembudi daya ikan juga bisa mendapatkan pupuk bersubsidi.

Komoditas yang mendapat subsidi pun bertambah dari sembilan menjadi sepuluh dengan tambahan baru, yakni ubi kayu. Jenis pupuk subsidi juga bertambah dengan masuknya ZA dan SP36, melengkapi Urea, NPK, dan pupuk organik yang sudah lebih dulu disubsidi.

Jekvy menambahkan bahwa rantai distribusi dalam aturan baru lebih ringkas. Jika sebelumnya melewati banyak tahapan, kini pupuk akan langsung disalurkan dari BUMN Pupuk ke distributor, lalu ke pengecer, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Pokdakan, atau koperasi sebelum sampai ke petani.

Selain itu, luas lahan penerima subsidi juga diperluas. Jika sebelumnya hanya petani dengan lahan di bawah dua hektare yang berhak mendapat pupuk bersubsidi, kini petani padi dengan lahan lebih dari dua hektare juga bisa mendapatkannya.

Untuk memperkuat implementasi aturan ini, Kementan tengah menyusun Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang akan mengatur lebih lanjut peran Poktan dan Gapoktan sebagai titik serah pupuk bersubsidi. Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Purwanta, menyebut bahwa pihaknya telah meminta Dinas Pertanian Kabupaten/Kota segera mengusulkan Gapoktan yang memenuhi syarat sebagai titik serah atau pengecer.

Baca Juga: Pupuk Indonesia Pastikan Pupuk Berkualitas Terbaik untuk Petani

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat, Otong Wiranta, menyambut baik kebijakan ini. Ia menilai bahwa birokrasi distribusi pupuk yang terlalu panjang selama ini menjadi hambatan bagi petani.

“Selama ini rantai birokrasi terlalu panjang, membuat pupuk bersubsidi sulit diakses. Dengan kebijakan ini, semoga petani lebih mudah mendapatkannya,” ujar Otong.

Namun, ia juga menekankan pentingnya sosialisasi kepada petani, mengingat 65 persen petani berusia di atas 45 tahun dan 37 persen hanya berpendidikan SD.

“Mereka harus paham aturan baru ini agar tidak kebingungan saat ingin mendapatkan pupuk,” pungkasnya.

Dengan terbitnya Perpres No. 6 Tahun 2025, Kementan berharap petani semakin mudah memperoleh pupuk bersubsidi, produksi pertanian meningkat, dan swasembada pangan bisa tercapai dalam beberapa tahun ke depan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: